[HIMAPEDIA] Dibalik Rindangnya Pepohonan Situs Menggung
Situs Menggung atau Candi Menggung merupakan tinggalan arkeologi yang terletak di dusun Nglurah, Desa Tawangmanggu, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Situs ini berada di sebuah areal perbukitan dengan elevasi 1.003 m dpl dengan banyak pohon-pohon besar yang tumbuh di sekitar situs. Di sisi Barat situs terdapat jalan dan permukiman penduduk. Sedangkan, di sisi Selatan terdapat sungai yang berjarak sekitar 50 m dari situs dan juga terdapat parit yang memanjang ke arah Barat lalu berbelok ke arah Utara pada sisi Barat situs (Heri Purwanto & Coleta Palupi Titasari, 2017).
Kata “Menggung” sendiri diambil dari nama Mbah Menggung yang sebenarnya merupakan Narotama, pengikut Raja Airlangga. Narotama ini melarikan diri ke Wonogiri dan mendirikan peristirahatan di Nglurah. Setelah beberapa waktu, Airlangga memutuskan untuk kembali ke Kediri bersama pengikutnya yang lain, tetapi Narotama dan anak buahnya memilih tetap tinggal di Nglurah (Heru Purwasih, 2009). Disamping itu, Situs Menggung oleh masyarakat sekitar sering disebut Punden Nglurah yang mana menjadi tempat bersemayamnya roh leluhur penguasa desa. Roh leluhur yang menempati Punden Nglurah ini adalah Mbah Menggung. Mbah Menggung dikaitkan dengan keturunan pendeta Tumenggung dan menjadi pendamping Airlangga yang konon sempat singgah di Situs Menggung (Heri Purwanto, 2017).
Dari data BPCB Jawa Tengah tahun 1989, Situs Menggung ini memiliki lima halaman teras tetapi batas antar teras sudah tidak begitu jelas. Terdapat 9 arca yang ditemukan, 6 diantaranya merupakan Arca Dwarapala. Arca Dwarapala ini terletak di dua teras yaitu teras pertama ada empat buah arca Dwarapala dan teras ketiga ada dua buah Arca Dwarapala. Ciri umum dari arca Dwarapala ini bersenjata pedang dengan posisi jongkok, salah satu kaki dinaikan, dan mempunyai raut muka seram.
Adapun 2 arca lain yang terdapat di pusat Situs Menggung dikelilingi oleh tembok berbentuk persegi panjang. Satu arca merupakan perwujudan dari Kyai Menggung dan satu arca lagi merupakan Arca Durga Mahisasuramardhini atau masyarakat setempat mempercayainya sebagai perwujudan Nyi Rasa Putih. Sementara 1 arca lainnya yang berupa Arca Bhima tanpa kepala terletak di sela-sela akar pohon yang berada di sekitar situs . Selain 9 arca tersebut, di Situs Menggung ini juga ditemukan sebuah Yoni yang terletak di belakang pusat Situs Menggung. Temuan ini mengindikasikan adanya pemujaan terhadap Siwa (Heri Purwanto & Coleta Palupi Titasari, 2017).
Situs Menggung sampai saat ini masih dikeramatkan oleh masyarakat setempat dengan diselenggarakannya upacara tradisi “Dukutan”. Dukutan berasal dari kata Dukut yang merupakan salah satu nama dari wuku jawa yang berjumlah 28. Dukutan dilaksanakan pada Selasa Kliwon wuku Dukut atau setiap 7 bulan sekali. Upacara tradisi Dukutan ini pada dasarnya merupakan wujud ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap Yang Maha Kuasa atas karunia yang dilimpahkan kepada mereka. Disisi lain, ada anggapan bahwa upacara ini diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Mbah Menggung sebagai roh leluhur penguasa desa yang jatuh pada wuku dukut. Upacara tradisi Dukutan dimulai dari acara bergotong royong membersihkan situs, kemudian masyarakat mengumpulkan sesaji, dan acara puncak yaitu tawur sesaji yang mana masyarakat berjalan di sekitar situs sambil saling melemparkan sesaji. Upacara ini dimeriahkan pula dengan pagelaran wayang kulit selama semalam suntuk (Ria Mahanani, 2010 dan Heri Purwanto & Coleta Palupi Titasari, 2017).
Tulisan karya : Jesica Riana (Arkeologi 2018)
Editor :
Candrika Ilham Wijaya (Arkeologi 2019)
Hot Marangkup Tumpal (Arkeologi 2018)
Daftar Pustaka :
Mahanani, Ria. 2010. Kegiatan Wisata Ritual dalam Pengembangan ODTW di Sapta Tirta Peblengan Kabupaten Karanganyar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Laporan Tugas Akhir.
Purwanto, Heri. 2017. Kehidupan Beragama di Lereng Barat Gunung Lawu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Abad XIV-XV Masehi. Denpasar: Universitas Udayana. Skripsi.
Purwanto, Heri dan Coleta Palupi Titasari. 2017. Upacara Dukutan Masyarakat Nglurah Sebagai Bentuk Partisipasi Pelestarian Situs Menggung. Denpasar : Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Budaya II.
Purwasih, Heru. 2009. Sikap Pelestarian Candi Menggung di Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Ditinjau dari Pengetahuan Kesejarahan dan Lingkungan Sosial. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Skripsi.