Arsip:

Kolonial

Revitalisasi Benteng Vastenburg: Menjaga Warisan Kolonial di Jantung Surakarta

Raras Shafiazzahra Wibowo

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Gadjah Mada

 

Revitalisasi Benteng Vastenburg: Menjaga Warisan Kolonial di Jantung Surakarta

Di tengah hiruk-pikuk perkembangan Kota Surakarta yang terus melaju ke arah modernitas, berdiri sebuah bangunan tua yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kota ini—Benteng Vastenburg. Terletak strategis di pusat kota, benteng ini merupakan salah satu peninggalan penting dari masa kolonial Belanda. Dibangun pada tahun 1745, Benteng Vastenburg tidak hanya menyimpan kisah masa lalu, tetapi juga menyimpan potensi besar sebagai ruang edukasi dan pariwisata budaya yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal.

read more

Tanjung Tiram: Simpul Strategis Perdagangan dan Budaya di Pesisir Timur Sumatra Utara

Oleh: Galih Nugroho

Tanjung Tiram merupakan kawasan pelabuhan tradisional yang memiliki peran penting dalam sejarah maritim di pesisir timur Sumatra Utara, khususnya dalam konteks jalur perdagangan Selat Malaka. Lokasi ini menjadi penghubung antara daerah pedalaman dengan dunia luar melalui pertukaran komoditas. Hal tersebut menjadikan Tanjung Tiram tidak hanya sebagai simpul perdagangan, tetapi juga titik temu budaya dan agama dari berbagai peradaban Asia.

Pesisir timur Sumatra Utara telah lama dikenal sebagai jalur penting dalam jaringan perdagangan maritim Asia Tenggara. Salah satu pelabuhan bersejarah di kawasan ini adalah Tanjung Tiram, yang secara geografis terletak di Kabupaten Batubara. Letaknya yang strategis, diapit oleh muara Sungai Kanan dan Sungai Kiri, menjadikannya lokasi ideal bagi aktivitas perdagangan dan pelayaran sejak masa pra-kolonial hingga modern. 

read more

ANALISIS SINKRONIK DAN DIAKRONIK PADA PENINGGALAN MASA KOLONIAL DI KAWASAN KOTA TUA, JAKARTA: STADHUIS van BATAVIA dan de JAVASCHE BANK

Oleh: Anastasia Desy Putri Cahyani 

 

Gambar 1. Kawasan Kota Tua Tahun 1629
Sumber: oldmapsonline.org
Gambar 2. Kawasan Kota Tua Tahun 2025
Sumber : google.com/maps/.

Kota Tua Jakarta merupakan kawasan wisata di daerah Jakarta Barat yang menjadi cikal bakal kota Jakarta. Zona inti Kota Tua menjadi zona yang mengandung nilai sejarah tinggi karena area ini merupakan pusat aktivitas ekonomi dan sosial-politik pada masa kolonial. Seiring dengan upaya revitalisasi zona inti, Kota Tua mengalami perubahan fisik pada lanskapnya. Walaupun mengandung nilai sejarah yang tinggi, zona inti Kota Tua ini belum masuk ke dalam daftar Cagar Budaya sesuai UU No.11 tahun 2010. Bangunan-bangunan pada kawasan ini dialihfungsikan menjadi museum: Gedung

read more

Kawasan Permukiman Kolonial “Villa Park Banjarsari” di Kota Solo

Oleh : Alifah Hanin Salsabila

Sebagai salah satu wilayah yang pernah dikuasai oleh kolonial Belanda, Kota Solo memiliki banyak peninggalan bercorak kolonial. Beberapa contoh peninggalan tersebut tampak pada ragam arsitektur kolonial yang diimplementasikan pada bangunan serta sistem tata letak area permukiman. Banyak peninggalan berarsitektur kolonial yang tersebar di penjuru Kota Solo. Beberapa yang terkenal di kalangan masyarakat Solo maupun wisatawan, antara lain Benteng Vastenburg, Rumah Dinas Walikota Surakarta Loji Gandrung, Omah Lawa (sekarang menjadi Heritage Batik Keris), serta klaster permukiman berdasarkan etnis (kawasan pecinan di daerah Pasar Gede, kampung Arab di daerah Kauman, dan perumahan etnis Eropa Loji Wetan). Salah satu kawasan yang memiliki potensi besar sebagai hasil pengaruh arsitektur kolonial, tetapi mungkin belum banyak dikenal adalah Villa Park Banjarsari.

Gambar 1. Pintu masuk menuju Taman Villa Park Banjarsari.

Sumber : dokumentasi pribadi (2023)

Kawasan Villa Park Banjarsari terletak di Kelurahan Setabelan, Kecamatan Banjarsari. Lokasinya dapat ditemukan di tenggara Stasiun Solo Balapan dan di sisi utara Pasar Legi. Kawasan ini adalah kompleks permukiman yang terdiri dari deretan rumah-rumah, bangunan fasilitas penunjang (seperti gereja, sekolah, dan tempat hiburan), serta sebuah taman terbuka hijau.

Pada masa lalu, kawasan Banjarsari ini termasuk dalam wilayah kekuasaan Kadipaten Mangkunegaran. Pembangunan kawasan Villa Park dilakukan oleh Mangkunegara VI pada sekitar tahun 1910-an. Tujuan pembangunan kawasan tempat tinggal di daerah Villa Park ini ditujukan untuk menyediakan area tempat tinggal bagi para pegawai dan pejabat-pejabat etnis Eropa yang ditugaskan di Solo pada masa tersebut. Sebelum dikembangkan sebagai kawasan permukiman, kawasan Villa Park ini dulunya adalah semacam alun-alun yang dijadikan sebagai tempat untuk pelatihan legiun Mangkunegaran dan area pacuan kuda sejak masa  Mangkunegara II hingga Mangkunegara IV. Rancangan penataan dan pengembangan kawasan Villa Park kala itu dilakukan oleh arsitek asal Belanda bernama Herman Thomas Karsten dengan menerapkan konsep garden city yang juga sezaman dengan konsep garden city yang diterapkan di Semarang, Bogor, dan Malang. Dalam Ahyar & Sunjayadi (2022) disebutkan bahwa konsep garden city (kota taman) merupakan pola perencanaan tata kota mandiri yang dikelilingi oleh sabuk hijau dengan mengedepankan adanya perbandingan yang proporsional antara unsur kawasan perumahan, industrial, serta pertanian. Ciri khas dari kawasan yang menerapkan konsep kota taman adalah keberadaan dari ruang-ruang terbuka hijau yang berperan sebagai gerbang, simpul, dan tepian kawasan. Selain itu, ciri khas juga terdapat pada pola pendirian bangunannya yang tidak saling berdekatan dan memiliki halaman/taman di bagian depan, samping, maupun belakang bangunan.

Wujud penerapan konsep garden city tersebut masih tampak pada kondisi Villa Park saat ini, meskipun sudah mengalami banyak perubahan yang ditandai dengan semakin berkurangnya bangunan-bangunan berarsitektur kolonial. Kawasan Villa Park memiliki denah berbentuk bujur sangkar dengan jalan-jalan yang membentang di tiap sudutnya. Jalanan tersebut saling menghubungkan antar deretan perumahan yang berujung pada taman terbuka yang berada di tengah area permukiman. Bangunan-bangunan didirikan di sepanjang penjuru mata angin mengitari taman yang menjadi pusat dari Villa Park Banjarsari. Dalam catatan arsip disebutkan pula bahwa setiap rumah juga dirancang memiliki lahan taman/kebunnya sendiri sesuai dengan konsep garden city yang diterapkan.

Gambar 2. Lokasi Kawasan Villa Park Banjarsari.

Sumber : TIM AHLI CAGAR BUDAYA KOTA SURAKARTA (2022)

 

Pengamatan masa kini menunjukkan bahwa masih terdapat taman terbuka hijau dengan ukuran lahan cukup luas yang letaknya berada di tengah-tengah area perumahan. Di sekeliling taman juga masih dapat dijumpai keberadaan dari deretan rumah berukuran luas yang masing-masing memiliki lahan untuk taman/kebun kecil di bagian depan, samping, maupun belakang rumah. Selain itu, tiap rumah juga menampilkan wujud tampak depan yang seragam. Dilihat dari beberapa bangunan rumah yang masih bertahan dengan bentuk aslinya, dapat diketahui bahwa perumahan yang ada di kawasan ini dulunya menerapkan arsitektur kolonial karena memang menyesuaikan dengan tujuan awalnya, yaitu sebagai tempat tinggal bagi para etnis Eropa yang ada di Solo.

Jika dibandingkan dengan beberapa arsip foto lama, kondisi kawasan Villa Park di masa kini dengan di masa lalu masih menampakkan wujud pola tata ruang yang sama, yaitu dengan konsep garden city yang dicirikan dengan adanya keseimbangan proporsi antara ruang hijau dan kawasan bangunan. Pola tersebut tampak pada keberadaan taman terbuka hijau dan area permukiman yang memiliki keteraturan serta keserasian bentuk. Sementara itu, untuk perbedaan kondisi antara masa kini dengan masa lalu tampak pada kondisi taman dan keaslian bangunan. Taman terbuka hijau yang letaknya berada di tengah-tengah area perumahan tersebut telah mengalami revitalisasi sehingga wujud aslinya telah berubah dan banyak pula bangunan yang telah mengalami perubahan, baik karena tidak mendapatkan penanganan khusus sehingga menjadi terbengkalai, bahkan nyaris ambruk, maupun karena telah direnovasi secara keseluruhan.

Perubahan yang terjadi pada area taman Villa Park terletak di bagian tengah taman. Dulunya, pada bagian tengah taman hanya terdapat sebuah kolam dengan desain yang sederhana. Kini, kolam dengan air mancur tersebut telah ditambahi dengan bangunan baru, yaitu Monumen ’45 Banjarsari yang baru dibangun pada 31 Oktober 1973. Penambahan monumen tersebut dalam rangka mengenang peristiwa Serangan Umum Empat Hari di Kota Solo yang terjadi pada 7-10 Agustus 1949 karena area Villa Park ini menjadi salah satu lokasi dari terjadinya peristiwa perumusan gagasan perlawanan masyarakat Solo kala itu terhadap usaha agresi militer Belanda.

Gambar 3. Taman Villa Park pada masa kolonial dengan kolam yang masih sederhana.

Sumber : KITLV

 

Selain perubahan pada wujud kolam, taman Villa Park juga mendapat tambahan bangunan baru berupa dinding pagar pembatas yang mengelilingi area taman. Jika dilihat pada arsip foto, tampak bahwa bentuk taman pada kala itu tidak menghadirkan adanya dinding pembatas karena taman buatan Belanda umumnya menerapkan konsep opened atau taman terbuka.

Gambar 4. Area Taman Villa Park pada masa kolonial yang terbuka tanpa adanya dinding pembatas.

Sumber : KITLV.

 

Kini, taman Villa Park lebih dikenal dengan nama Taman Monumen ’45 Banjarsari (Monjari) karena taman ini menjadi tempat dari didirikannya Monumen ’45 Banjarsari oleh Pemerintah Kota Surakarta. Meskipun begitu, pada bagian pintu masuk taman di sisi selatan terdapat papan plang bertuliskan “Villa Park Banjarsari” yang menjadi penanda bahwa dulunya kawasan ini adalah kawasan bernama Villa Park. Dengan adanya papan plang nama tersebut menunjukkan bahwa asal-usul keberadaan kawasan ini tidak dihilangkan begitu saja atapun digantikan sepenuhnya sebagai monumen pengingat Serangan Umum Empat Hari.

Gambar 5. Monumen ’45 Banjarsari yang didirikan di bagian tengah dari Taman Villa Park Banjarsari.

Sumber : dokumentasi pribadi (2023).

read more

Rekam Jejak di Atas Kanvas: Menerawang Sosok Ivan the Terrible melalui Lukisan

Oleh : Corinthia Gracia Maharani

 

Potret sebuah pembunuhan paling melankolis pernah menjadi kontroversi di skena seni  lukis Rusia. Lukisan tersebut pada akhirnya menjadi rekam jejak yang mempengaruhi cara  pandang banyak orang terhadap salah satu penguasa paling influensial di Rusia.  

Pada masa modern ini, rekam jejak termudah yang dapat diambil dan diakses oleh  banyak orang ialah fotografi. Fotografi, ditambahkan beberapa utas tulisan dan diunggah ke  internet, dapat menjadi rekam jejak digital yang dapat menguntungkan atau merugikan citra  seseorang di masyarakat. Namun pada abad ke-19 silam, lukisan menjadi salah satu media yang  populer dalam merekam kejadian. Lukisan, terutama yang beraliran naturalisme dan realisme, dapat menggambarkan suatu peristiwa secara mendetail dan menangkap kesan pribadi sang  pelukis dalam karyanya. Baik itu sekedar potret diri, pemandangan alam, lingkungan perkotaan, kisah heroik, hingga tragedi dapat menjadi bahan pencerita sejarah yang mudah  dicerna. Di dalam artikel ini akan dibahas bagaimana beberapa lukisan  dapat mengkonstruksi cara pandang masyarakat awam terhadap Ivan the Terrible, tsar pertama  Rusia.  

=&0=&=&1=&=&2=&

Gambar 1. Lukisan ”Tsar Ivan the Terrible” karya Viktor
Vasnetsov. Sumber: Wikipedia

Ivan Vasilyevich atau yang sering disebut dengan Ivan IV, Ivan the Terrible (Ivan yang  Mengerikan), atau Ivan Grozny adalah tsar pertama Ketsaran Rusia yang memerintah dari  tahun 15347-1584. Ia merupakan cucu dari Ivan III dan anak dari Vasili III. Kedua  pendahulunya memiliki visi besar untuk menyatukan Rusia, namun Ivan IV-lah yang berhasil  mengaktualisasi visi tersebut. Ayahnya meninggal saat Ivan IV berusia tiga tahun, sementara  ibunya meninggal saat ia masih berusia 8 tahun. Ketiadaan sosok orang tuanya membuat  banyak faksi bangsawan bertarung untuk mendapat kekuasaan melalui Ivan yang polos. Akibatnya, ia memiliki dendam dan kebencian pribadi pada kelompok bangsawan yang disebut  “boyars”.

 

Gambar 1. Perbandingan luas teritori Rusia modern dengan masa sebelum dan
sesudah pemerintahan Ivan IV. Sumber:
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=1PvRAwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR2&dq
=ivan+the+terrible&ots=YP2o_5FRka&sig=UElXBiDW3bAYICosIdkt5TMmmZ4&redir_es
c=y#v=onepage&q=ivan%20the%20terrible&f=false

Semasa pemerintahannya, Ivan IV memerintah dengan otoriter serta mengerahkan pasukan militernya tanpa henti. Bahkan disebutkan dalam rentang waktu pemerintahannya hanya terdapat tiga tahun peperangan tidak terjadi (Filjushkin, 2008). Perang konstan ini tidak  berbuah masam, Ivan berhasil memperluas wilayah kekuasaan Ketsaran Rusia sebagai langkah  awal “menyatukan Rusia”.

 

Gambar 2. “Tsar Ivan IV Vasilyevich the Terrible 1530-84
Conquering Kazan” karya Aleksei Danilovich Kivshenko (1880-an).
Sumber: 1st Art Gallery

 

Di balik persona despotis Ivan IV dalam memerintah, terdapat ketidakstabilan mental  yang turut mempengaruhi kebijakan dan tindakannya. Beberapa tindakan “mental” yang  pernah dilakukan oleh Ivan the Terrible meliputi; “menikahkan” Uskup Agung Pimen dari  Novgorod dengan seekor kuda, menikah delapan kali, membentuk oprichniki sebagai cikal  bakal polisi rahasia Rusia dan KGB, membantai rakyat Novgorod secara membabi buta,  membantai rakyat Kota Kazan, eksekusi dan penganiayaan kaum boyars, membakar Mikhail  Vorotynsky (pimpinan tentara Rusia melawan Kekhanan Krimea) hidup-hidup, indikasi  kecanduan merkuri, memukuli menantu perempuanya hingga mengalami keguguran, hingga  memukuli putranya sampai titik darah penghabisan. 

 

Gambar 3.. Lukisan “Oprichniki” karya Nikolai Nevrev
(1870-an). Sumber: Wikimedia Commons

=&3=&=&4=&=&5=&

Salah satu dari daftar tindakan Ivan IV yang diabadikan dan menuai kontroversi ialah  potret dirinya seusai memukuli putranya, tsarevich Ivan Ivanovich, yang dipercaya menjadi  penyebab kematian putranya beberapa hari kemudian. Karya ini digarap oleh Ilya Repin pada  tahun 1883-1885 dan diberi judul “Ivan the Terrible and His Son Ivan on November 16, 1581”.  Lukisan yang sekarang disimpan di Galeri Tretyakov, Moskow, Rusia ini dilukis dengan cat  minyak pada media kanvas dengan menggunakan gaya realisme. Gaya realisme dapat dilihat  dari unsur kejujuran pada lukisan yang menceritakan peristiwa nyata di kehidupan sehari-hari  pada suatu era melalui gambaran yang terperinci.

 

Gambar 4. “Ivan the Terrible and His Son Ivan on November 16,
1581” karya Ilya Repin. Sumber: Wikiart.org

Di dalam lukisan ini terdapat dua subjek utama, yakni Ivan IV dan putranya, Ivan  Ivanovich. Ivan IV sedang duduk bersimpuh sembari mendekap putranya yang sudah terbujur  lemas dan bergelimang darah. Menurut beberapa sumber, peristiwa ini dilatarbelakangi oleh  perbedaan pendapat politis antara Ivan Vasilyevich dengan Ivan Ivanovich. Namun, teori yang  populer di kalangan masyarakat mengatakan bahwa konflik dipicu oleh penganiayaan fisik  Ivan IV terhadap istri Ivan Ivanovich yang sedang hamil. Uniknya, lukisan ini tidak  mencerminkan amarah, tetapi suasana haru dan penyesalan.  

Untuk menggambarkan adanya perkelahian, pada latar lukisan ini terdapat perabotan yang berserakan, karpet yang terlipat-lipat menunjukkan adanya pergolakan fisik kedua tokoh,  dan suasana suram yang melingkupi ruangan tersebut (terlihat dari bagian atas lukisan yang  seperti berkabut hitam). Selain itu, pada bagian bawah kanan lukisan dapat dilihat sebuah  tongkat yang digunakan Ivan the Terrible untuk memukul putranya hingga kepalanya  bersimbah darah. 

Jika diperhatikan secara mendetail, posisi tubuh serta raut wajah Ivan IV menunjukkan  penyesalan terhadap tindakannya. Bola matanya yang terbelalak seolah hampir keluar dari  kedua lumbungnya, alis yang terlihat secara samar mengernyit ke atas, serta detail pada batang  hidungnya yang seperti sedang menarik nafas dalam-dalam dilukiskan dengan apik oleh Ilya  Repin sehingga pesan kedukaan yang melankolis sekaligus suasana yang mencekam pada  kejadian ini tersampaikan dengan baik kepada audiens.

 

Gambar 5. “Ivan the Terrible with the Body of His Son”
karya Vyacheslav Schwarz, 1864. Sumber: Artguide.com

=&6=&

Lukisan bersifat statis dan hanya mampu menampilkan secuplik dari keseluruhan  peristiwa. Saat dipajang di sebuah pameran atau galeri pun, sebuah lukisan umumnya hanya  diberi keterangan sangat minim. Berbeda dengan tulisan yang hingga suatu titik menjamin  adanya kesepahaman antara pemberi dan penerima pesan, lukisan sifatnya sangat interpretatif,  tergantung mata dan pengetahuan sang pengamat. 

 

Gambar 6. Lukisan ” Ivan the Terrible Showing Treasures to the English Ambassador
Jerome Horsey” oleh Litovchenko A.D. Sumber: The Virtual Russian Museum.

Kontra dengan pandangan masyarakat awam mengenai tsar Ivan IV sebagai sosok yang keji dan haus darah, masyarakat Rusia secara umum menunjukkan rasa cinta dan kekaguman  terhadap tsar-nya. Umumnya, kekaguman ini datang dari kelompok masyarakat menengah ke  bawah. “Trauma” masa kecil Ivan IV menyebabkan dirinya tidak berpihak kepada kaum  boyars, dan justru membela mereka yang lemah. Perrie (1978) menyatakan bahwa Ivan muncul  sebagai pemberi keadilan yang kasar kepada rakyatnya. Penjahatnya adalah para bangsawan  dan voyevody – mereka adalah serakah, menerima suap dan menipu perbendaharaan;  perwakilan dari rakyat biasa, di sisi lain, baik, jujur, murah hati dan dermawan. Bahkan, pada  abad ke-18 beredar cerita-cerita rakyat serta lagu yang memposisikan tsar Ivan Vasilyevich  sebagai seorang pahlawan yang adil. Fenomena ini disebut Perrie sebagai “popular  monarchism”.  

Didasari ketidaksetujuan beberapa kelompok nasionalis dan Kristen Ortodox Rusia,  telah terjadi upaya de-publikasi lukisan “Ivan the Terrible and His Son Ivan on November 16,  158”. Mereka memprotes representasi tsar yang dapat menimbulkan stigma negatif kepada  Rusia secara keseluruhan dan aksi mendistorsi kebenaran sejarah Rusia (Bodner, 2018). Pada 16 Januari 1913, seorang dengan gangguan mental bernama Abram Balashov menyayat lukisan  ini tiga kali di area yang vital, yakni di sekitar wajah Ivan IV dan Ivan Ivanovich. Dalam upaya  restorasi lukisan ini, Repin yang masih hidup turut mengerjakannya hingga lukisan terlihat  seperti semula. Namun, selama bertahun-tahun protes terhadap lukisan ini berlanjut. Menurut  para nasionalis dan pendukung tsar Ivan IV, lukisan ini berisi kebohongan dan merupakan upaya untuk menurunkan reputasi Ivan IV (smear campaign). Pada tahun 2013 silam kembali  terjadi perusakan oleh warga yang disebutkan sedang mabuk, sehingga tidak sengaja  memecahkan kaca pelindung lukisan dengan sebuah tiang pagar besi. Motivasinya hingga kini  masih dipertanyakan; apakah memang ia dalam keadaan mabuk, ataukah perusakan yang  disengaja atas dasar resistansi? 

 

=&7=&

Filjushkin, A. (2008). Ivan the Terrible: A Military History. London, Yorkshire: Frontline Books.  

Keating, J. (2023). 10 Times Ivan the Terrible Really Was Terrible. Retrieved from https://www.thecollector.com/times-ivan-the-terrible-was-terrible/  

Mingren, W. (2020). Ivan the terrible: How Did He Become the First Tsar of Russia? Retrieved from https://www.ancient-origins.net/history-famous-people/first-tsar-russia-0011132  

Perrie, M. (1978). The Popular Image of Ivan the Terrible. The Slavonic and East European Review, 56(2), 275–286. http://www.jstor.org/stable/4207642 

Tsatsulin, A. N. (2018). Evaluation Technologies in the Sphere of the Circulation of Art Objects. Научно-практический журнал Выходит ежемесячно

read more