Digitalisasi Budaya dan Kekuatan Transformatif Fandom

Oleh: Haybah Shabira
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada

Dalam era modern saat ini, pop culture telah menjadi fenomena yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, terutama generasi muda. Salah satu aspek menarik dari budaya populer adalah munculnya “fandom” – sebuah komunitas yang terbentuk dari kumpulan penggemar dengan minat yang sama. Namun, fandom bukan sekadar kelompok konsumen pasif, melainkan sebuah ekosistem dinamis yang memiliki potensi luar biasa dalam melestarikan dan mempromosikan warisan budaya.

Kultur fandom jauh lebih kompleks daripada sekadar hubungan transaksional antara produsen dan konsumen. Inti dari fenomena ini adalah sense of belonging – rasa memiliki dan keterlibatan yang mendalam. Para penggemar tidak sekedar mengonsumsi produk, mereka juga mengembangkan koneksi emosional yang kuat dengan objek kegemarannya, serta individu lain yang tergabung dalam fandom yang sama. Hal ini mendorong mereka untuk berkontribusi secara aktif, baik melalui pembelian merchandise, penciptaan karya fiksi, pengorganisasian event, hingga upaya pelestarian yang lebih substantif di dunia nyata. read more

PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN MELALUI BERTANI & BERKEBUN PADA ZAMAN BALI KUNO

Oleh: Ayu Galih Dewandari

Sumber: Tribunnews.com

Negara Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah, negara kepulauan yang luas, serta memiliki sumber daya manusia yang bisa dikatakan cukup banyak. Jauh sebelum adanya Indonesia yang sekarang kita kenal, banyak sekali kerajaan-kerajaan yang bermunculan serta peperangan antar wilayah yang menyebabkan keruntuhan kerajaan itu sendiri. Sesuai catatan sejarah, kerajaan tertua di Indonesia bernama Kerajaan Kutai yang terletak  di Kalimantan yang kemudian disusul dengan munculnya Kerajaan Tarumanegara yang ada di Jawa Barat serta kerajaan-kerajaan lainnya di wilayah Sumatera, Sulawesi, Bali, Jawa, dan lain-lain. Dari perjalanan tersebut, muncullah kata “Nusantara” sebelum adanya Indonesia. Kata “Nusantara” pertama kali dicetuskan oleh Gadjah Mada yang saat itu menjabat sebagai Patih Hamangkubhumi pada Sumpah Palapa saat masa Kerajaan Majapahit. Saat ini kita dapat mengetahui kejadian-kejadian tersebut karena adanya bukti bendawi ataupun non-bendawi. Contoh bukti bendawi dapat berupa tulisan dan sisa-sisa bangunan yang ada, sedangkan non-bendawi dapat berupa cerita-cerita dari masyarakat terdahulu.  read more

Incoming search terms: