MEGALITIK: SEBUAH TRADISI YANG BERKELANJUTAN

Oleh : Christhoper Radityo Seno Pangayom
(https://www.tribunnewswiki.com/2021/09/30/kampung-bena)

Sebelumnya, kita selalu diajarkan bahwa Megalitik merupakan sebuah zaman yang muncul setelah zaman Neolitik. Dari situ kemudian dapat disimpulkan bahwa Megalitik merupakan suatu zaman yang baru dan benar-benar mulai terjadi ketika zaman Neolitik berakhir. Dengan adanya hal tersebut kita mulai berpendapat bahwa segala hal yang terjadi di zaman Neolitik dan zaman Megalitik mungkin saja tidak berhubungan karena kedua zaman tersebut memiliki kehidupan yang sangat berbeda. Namun, kemudian beberapa ahli berpendapat bahwa Megalitik bukanlah sebuah zaman yang berdiri sendiri, melainkan hanyalah sebuah tradisi yang sudah terjadi selama beberapa waktu bahkan sebelum “zaman Megalitik” tersebut benar-benar terjadi. Dalam artian, bahwa tradisi Megalitik ini sudah terjadi pada zaman Neolitik dan terus berlanjut pada zaman-zaman setelahnya yang bahkan di beberapa daerah tradisi ini masih berlangsung hingga pertengahan abad ke-18. read more

PRAKTIK AMPUTASI PADA 31.000 TAHUN YANG LALU DI KALIMANTAN

Oleh : Mohammad Rosihan Rafiudin
Gambar 1: Ilustrasi pasca amputasi
Sumber gambar: https://smithsonianmag.com/

Semenanjung Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur menyimpan wilayah yang berisikan kawasan pegunungan karst batu kapur yang luas dan juga terdapat banyak gua batu kapur dengan bukti arkeologis peninggalan manusia prasejarah di dalamnya, salah satu bukti arkeologis yang paling terkenal dan berpengaruh di kawasan pegunungan karst Sangkulirang-Mangkalihat ini adalah banyaknya ditemukan gambar cadas pada gua-gua yang ada di wilayah tersebut bahkan ditemukan juga gambar cadas tertua yang berusia 40.000 tahun yang lalu. Namun, temuan menarik di kawasan ini tidak hanya berhenti di situ, di situs Liang Tebo yang merupakan gua kapur dengan tiga kamar seluas 160 m2, di dalamnya ditemukan bukti praktik amputasi yang sangat awal yaitu sekitar 31.000 tahun yang lalu. Temuan ini dianggap sebagai bukti paling awal dari sebuah tindakan medis yang kompleks dan puluhan ribu tahun lebih awal dibanding “operasi” zaman batu yang ditemukan di situs-situs di seluruh Eurasia.  Penemuan ini sangat penting karena merupakan bukti bahwa setidaknya beberapa pemburu-peramu di Asia Tenggara telah mengembangkan pengetahuan dan teknik medis yang lebih unggul sebelum revolusi neolitikum sekitar 12.000 tahun yang lalu. Penemuan amputasi di Liang Tebo ini diungkap oleh Profesor Maxime ‘Max’ Aubert sebagai pemimpin proyek penelitian dari Griffith Centre for Social and Cultural Research bersama tim arkeologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), FSRD Institut Teknologi Bandung (ITB), dan BPCB Kalimantan Timur pada tahun 2020 lalu.  read more

MENJELAJAHI JEJAK KUNO DAN MODERN : EKSPLORASI KEBERAGAMAN ARSITEKTUR MAGELANG

Oleh : Cindy Anggita Azzahra
 https://adminweb.magelangkota.go.id/uploads/15162359660_1_16c28f2c7b.jpg
Sumber gambar : https://adminweb.magelangkota.go.id/uploads/15162359660_1_16c28f2c7b.jpg

Magelang merupakan sebuah kota yang sudah berumur lebih dari 10 abad, menjadikannya salah satu kota tertua di Indonesia. Magelang terletak di provinsi Jawa Tengah yang dikelilingi oleh sungai dan bukit pegunungan. Daerah Magelang dibentuk sejak masa klasik, tepatnya pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Berdasarkan prasasti, Magelang dulunya dinamakan Desa Mantyasih yang saat ini desa tersebut dikenal dengan Desa Meteseh di Magelang. Bukti yang menyatakan adanya desa tersebut bisa ditemukan pada Prasasti Poh, Prasasti Gilikan dan Prasasti Mantyasih. Prasasti Mantyasih tersebut ditulis di atas lempengan tembaga. Dalam isi prasasti tersebut disebutkan adanya tulisan mengenai Desa Mantyasih yang saat ini dinamakan Desa Meteseh dan Desa Glangglang yang sekarang diubah menjadi Magelang. Pada isi Prasasti Mantyasih juga menyebutkan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 yang artinya 11 April 907 M, sehingga pada tanggal 11 April dijadikan hari lahirnya Magelang. read more

Hiperealitas Dalam Penyebaran Informasi Arkeologi

Oleh: Nicolas Widodo
Sumber gambar: https://pin.it/1J0ANb3y1

Saat ini, laju semua informasi terjadi begitu cepat melalui berbagai media dan platform yang tersedia di gawai-gawai kita. Semua informasi dapat kita akses secara mudah dan cuma hanya bermodalkan adanya jaringan internet dan gawai. Di era serba cepat ini, disiplin ilmu arkeologi pun dituntut harus dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan ini. Utamanya karena arkeologi harus tetap memberi edukasi kepada masyarakat mengenai eksistensi manusia dilihat dari sudut pandang yang masuk akal dan dapat diterima secara keilmuan. Tidak dapat dipungkiri dengan perkembangan media sosial saat ini maka juga makin mendukung perkembangan arkeologi yang dilakukan oleh awam. Di satu sisi, memang hal ini memberi manfaat tetapi di sisi lain hal ini juga dapat menjadi masalah utamanya jika kita menyadari adanya suatu fenomena yang disebut hiperealitas. Apa itu hiperealitas? Mengapa hiperealitas harus diwaspadai? read more