[HIMAPEDIA] Randu: Tanaman Musiman yang Pernah Jaya pada Masanya

Menetesnya air hujan di bumi membuat tanaman Randu (Ceiba Petandra) berbunga. Sedangkan dinginnya angin malam di musim kemarau membuat kulit buah pohon randu retak dan membuat isinya beterbangan kesana-kemari. Pada keadaan seperti itulah pohon randu sudah siap untuk dipanen. Untuk bisa memanen kapuk siap produksi, dibutuhkan waktu sekitar satu tahun. Meski tergolong lama usia panennya, kapuk menjadi komoditas yang cukup menjanjikan pada masa Kolonial Belanda (pasca diberlakukannya cultur steelsel).

Hampir 80 persen hasil kapuk dunia dihasilkan dari Bumi Indonesia dan 60 persen hasil kapuk Indonesia berasal dari Jawa sehingga kapuk Indonesia lebih populer dengan sebutan (Java Kapok). Keseluruhan jumlah produksi Kapuk di Indonesia dalam kurun waktu 1936 – 1937 mencapai angka 28, 4 Juta Kg/ tahun (Pratiwi, 2014: 55). Wilayah Pati dan sekitarnya (Jepara, Kudus) menjadi salah satu daerah penghasil kapuk terbesar pada kala itu di Jawa. Produksi kapuk dari wilayah tersebut mencapai 200.000 kg/tahun.

Pada zaman sekarang masih terdapat cukup banyak kebun randu di ketiga wilayah tersebut. Kebetulan wilayah tersebut berada di Lereng Gunung Muria. Di wilayah Pati juga didirikan kebun percobaan (Landbouw Instituute), tepatnya di Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo dengan lahan tanam sekitar 98 hektare. Tercatat sebanyak 700 pohon randu yang ditanam sejak 1935 dan masih berdiri sampai sekarang. Instansi tersebut didirikan untuk melakukan pengembangan varietas kapuk baik di Pati maupun wilayah penghasil kapuk lainnya di Indonesia (Anonim, 1929: 94). Secara struktur, ‘Landbouw Muktiharjo’ berada di bawah Departemen van Landbouw Buitenzorg (Bogor).

Selain terstruktur ditanam di kebun, randu juga ditanam di berbagai tempat seperti di jalan desa, pematang sawah dan pekarangan rumah. Hal ini di dasari atas alasan usia panen randu yang hanya setahun sekali sehingga dibutuhkan pohon sebanyak – banyaknya untuk menunjang pemenuhan produksinya. Pemberlakuan kebijakan politik liberal pasca diberlakukannya culture steelsel membuat perusahaan swasta berkembang pesat di Hindia Belanda termasuk dalam bidang produksi kapuk. Karena cukup menjanjikan, di wilayah Pati kapuk menjadi komoditas nomor dua sejajar dengan singkong, nila, dan gula merah (Alamsyah, 2015: 45).

Gambar 1: Landbouw Instituute Muktiharjo (Sumber: Dutch. Colonial Map).
Gambar 1: Landbouw Instituute Muktiharjo. (Sumber: Dutch. Colonial Map).

Kapuk sebagian besar diekspor dalam wujud barang mentah (Industri ekstraktif) untuk selanjutnya diolah. Pangsa terbesar yang diincar oleh pemerintah kolonial adalah Eropa, Amerika, dan Australia. Khusus untuk Eropa, kapuk menjadi komoditas yang sangat penting terutama untuk isian bantal dan kasur. Rata – rata penghasilan pertahun yang diperoleh dari hasil produksi kapuk adalah f1.500.000. Selain diambil kapuknya, biji kapuk atau klentheng (R: Jawa) juga laku dipasaran untuk diekstrak dan diambil minyaknya sehingga hampir tidak ada yang terbuang dari kapuk. Pangsa biji kapuk yang cukup potensial salah satunya juga ada  di Eropa (Gresshoff, 1908: 867).

Untuk wilayah Pati, kapuk yang diproduksi secara mentah terlebih dahulu dilakukan packing untuk selanjutnya diekspor atau didistribusikan ke tempat lain yang masih satu wilayah. Jalur yang ditempuh terdapat dua jalur yaitu darat dan laut. Jalur darat dapat berupa trem sedangkan laut berupa kapal. Biasanya penempatan tempat packing kapuk di letakan di dekat pelabuhan. Hal ini tampak di Pelabuhan Juwana untuk selanjutnya dikirim ke Semarang atau Surabaya. Begitupula yang terjadi di Tayu, terdapat beberapa tempat packing kapuk untuk selanjutnya diangkut melalui trem menuju ke Pelabuhan Jepara (Alamsyah, 2015: 44).

Gambar 2: Peta 1912 yang menunjukan adanya industri kapuk di Kecamatan Gabus, Pati (Sumber: Dutch colonial map).
Gambar 2: Peta tahun 1912 yang menunjukan adanya tempat packing kapuk sebelum dimuat dalam kapal di Pelabuhan Juwana, Pati. (sumber: dutch colonial map).

Perusahaan swasta juga turut andil dalam produksi kapuk dan tanaman kedua lainnya, seperti di Juwana dan Jepara yang dikuasai baik orang Timur Asing (Arab, Cina). Mereka kebanyakan menjadi pedagang tangan kedua (penghubung antara produsen dan konsumen). Perdagangan mereka juga hanya lintas karesidenan seperti Jepara, Pati, Kudus, Demak, dan Blora meskipun kadang juga mencapai Surabaya.

Gambar 3: Peta tahun 1915 yang menunjukan adanya tempat packing kapuk di Tayu, Pati (sumber: dutch colonial map).
Gambar 3 : Peta tahun 1915 yang menunjukan adanya tempat packing kapuk di Tayu, Pati (sumber: dutch colonial map).

Untuk industri manufaktur, terdapat pabrik pengolahan kapuk di Kecamatan Gabus, Pati untuk keperluan rumah tangga yang terus berjalan hingga sekarang (Alamsyah, 2015: 46). Di Gabus juga masih terdapat sisa-sisa pemukiman orang-orang Timur Asing, Eropa dan juga terdapat poliklinik sebagai fasilitas kesehatan (sekarang menjadi bangunan milik pribadi) serta gereja sebagai sarana ibadah. Ini menunjukan bahwa terdapat potensi yang cukup memadai sehingga menarik orang – orang Eropa dan Timur asing untuk bermukim disana.

Gambar 4: Peta 1912 yang menunjukan adanya industri kapuk di Kecamatan Gabus, Pati (Sumber: Dutch colonial map).
Gambar 4: Peta 1912 yang menunjukan adanya industri kapuk di Kecamatan Gabus, Pati. (Sumber: Dutch colonial map).

Industri ekstraktif lainnya seperti pengolahan biji randu baru mulai berkembang pesat pada pasca kemerdekaan tepatnya tahun 1971 yang didirikan oleh etnis Cina. Lokasi pabrik berada di Desa Kauman, Juwana, Pati. Pabrik tersebut berdiri pada 1937 sebagai pabrik ekstraksi minyak kacang sebelum pindah haluan ke ekstraksi minyak biji randu. Minyak tersebut diberi merk Tio Hien Thwan atau sering dikenal dengan sebutan THT. Produk sudah diekspor sampai negara Jepang untuk keperluan industri lainnya. Namun sekarang produksinya sudah berhenti dan pabrik beralih ke usaha lain karena kekurangan bahan baku sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar (Kompas.com/ edisi 26 Agustus 2008).

Gambar 5: Salahsatu rumah etnis Cina (tampak gerbang depannya) di Juwana (Sumber: koleksi pribadi).
Gambar 5: Salah satu rumah etnis yang masih tersisa Cina  di Juwana (Dok. Hima/Rizal Hendra Pratama).

Tulisan karya :

Rizal Hendra Pratama (Arkeologi 2018)

Editor :

Candrika Ilham Wijaya (Arkeologi 2019)

Hot Marangkup Tumpal (Arkeologi 2018)

 

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. 2015. Aktivitas Perdagangan di Karesidenan Jepara 1843 – 1891. Dalam Jurnal Paramita Vol. 25, No. 1, Edisi Januari 2015, hlmn: 40 – 50.

Anonim, 1929. Jaarboek Vaan Het, Departement Van Landbouw, Nijverheid en Handel in Nederlandsch – Indie.

Gresshoff, M. 1908. De Qualitatieve en Quantitatieve Bepaling Van Katoen Naast Kapok. Dep. Van Landbouw Buitenzorg.

Pratiwi, Rina Hidayati. 2014. Potensi Kapuk Randu (Ceiba Petandra Gaertn) dalam Penyediaan Obat Herbal. Dalam E – Journal Widya Kesehatan dan Lingkungan Vol. 1, No. 1, Edisi Mei 2014, hlmn: 53 – 60.

Sumber internet:

https://regional.kompas.com/read/2008/08/26/01494669/kapuk.jawa.keunggulan.yang.terlupakan?page=all/ diakses tanggal 31 Juli 2020.

http://maps.library.leiden.edu/apps/s7/ diakses tanggal 31 Juli 2020.

 

Incoming search terms:

2 thoughts on “[HIMAPEDIA] Randu: Tanaman Musiman yang Pernah Jaya pada Masanya

  1. Di kampung saya dulu banyak pohon randu di pinggir jalan dan sekarang masih ada beberapa pohon. Bahkan ada desa yang namanya Randusari mungkin karena banyak pohon randu dulunya.

    Terima kasih informasinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.