[HIMAPEDIA] Stasiun Kudus dalam Lintas Masa

Gambar 1. Stasiun Kudus tahun 1936 (Dok. Istimewa/Kabarpenumpang.com)
Gambar 1. Potret Stasiun Kudus tahun 1936 (Dok. Istimewa/kabarpenumpang.com)

Stasiun Kudus atau yang dikenal juga dengan nama Stasiun Wergu merupakan stasiun kereta api non-aktif kelas besar yang berada di Desa Wergu Wetan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Stasiun ini termasuk dalam Wilayah Aset IV Semarang. Terdapat dua periode pembangunan jalur kereta di stasiun ini. Periode yang pertama adalah pembangunan jalur Jurnatan-Juwana, sedangkan yang kedua adalah jalur Kudus-Mayong. Keduanya berada di bawah naungan Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij (SJS). Jalur Demak–Kudus selesai pada tanggal 15 Maret 1884 dan dilanjutkan menuju Juwana pada tanggal 19 April 1884. Selanjutnya, dibangun jalur cabang menuju Mayong pada tanggal 6 September 1887.

Gambar 2. Stasiun Kudus tahun 2020 (Dok. HIMA/Rama Arbi A. P)
Gambar 2. Stasiun Kudus tahun 2020. (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).

Meskipun sudah tidak berfungsi lagi, tapi arsitektur stasiun ini masih terlihat seperti aslinya. Arsitektur ruang dari Stasiun Kudus ini sama dengan stasiun-stasiun lain pada masa kolonial. Hal ini dapat dilihat dari adanya kantor pengelola stasiun di sisi utara dan ruang tiket di selatan. Kedua bangunan ini pernah digunakan sebelum akhirnya dibiarkan seperti saat ini.

Gambar 3. Kantor pengelola Stasiun. (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).
Gambar 3. Kantor pengelola Stasiun. (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).

Bagian interior Stasiun Kudus agaknya sedikit berbeda dari stasiun lainnya. Hal yang membedakan tersebut dapat dilihat dari atap kacanya yang berwarna oranye. Lalu, pada atap dan kaca juga terdapat beberapa lubang yang menghiasinya. Hal ini disebabkan peristiwa Agresi Militer Belanda I. Atap berlubang tersebut diakibatkan dari pesawat tempur yang menembaki stasiun karena dulu stasiun tersebut merupakan tempat persembunyian bagi para pejuang.

Selain itu, masih terdapat papan tujuan yang menghiasi langit-langit peron dan masih terjaga keasliannya. Lantai pada stasiun ini kemungkinan sudah diganti yang baru dan tidak menggunakan lantai lama mengingat stasiun ini setelah di non-aktifkan dialih fungsikan menjadi pasar.

Gambar 4. Interior stasiun. (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).
Gambar 4. Interior stasiun. (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).

Salah satu hal yang menarik dari Stasiun Kudus ini ialah masih adanya tuas wesel yang menghiasi bangunannya. Tuas wesel ini sudah ada sejak stasiun pertama kali dibuka tahun 1884. Meskipun bangunan stasiun beralih fungsi menjadi pasar pada tahun 1993, tuas wesel ini tetap berada ditempatnya karena kondisinya yang tertanam tanah dan tidak bisa dipindahkan. Fungsi dari tuas wesel ini sendiri ialah untuk mengubah lajur rel yang akan ditempuh kereta ketika masih beroperasi.

Gambar 5. Tuas wesel.(Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).
Gambar 5. Tuas wesel.(Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).

Rel kereta api lajur Juwana – Semarang kondisinya saat ini telah terkubur tanah dan ada beberapa yang hilang karena stasiun-stasiun setelah stasiun di Semarang telah di non-aktifkan. Meskipun begitu, rel-rel ini masih dapat dijumpai di beberapa  bekas jalur tersebut dan tidak semuanya terkubur oleh tanah.

Dari sini ada yang menarik atas salah satu potongan rel yang sekarang berlokasi di Jl. Jend. Ahmad Yani dan berada di depan Gedung DPRD Kudus, karena potongan tersebut masih tertera sebuah tulisan yang bertulis G.H.H 1912 S.C.S. Tulisan itu menjelaskan bahwa rel tersebut dibuat oleh perusaan perkeretaapian  Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) yang membangun jalur Semarang-Cirebon sepanjang 373 km.

Gambar 6. Potongan rel bertuliskan “G.H.H 1912 S.C.S” (Gambar terpotong). (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).
Gambar 6. Potongan rel bertuliskan “G.H.H 1912 S.C.S” (Gambar terpotong). (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).

Bangunan Stasiun Kudus setelah non-aktif pada 1986 langsung dialih fungsikan menjadi sebuah pasar pada tahun 1993. Pada saat menjadi pasar, peron dan bekas jalur kereta api berubah menjadi lapak pedagang. Bahkan, ruang tiket dan kantor pengelola pun juga dialih fungsikan.

Kantor pengelola stasiun berubah menjadi kantor pengelola pasar yang masih menempatkan arsitektur lamanya. Lalu, pasar tersebut hanya bertahan sampai tahun 2017 karena adanya pemindahan ke lokasi pasar yang baru di belakang GOR Wergu Wetan. Setelah itu, bangunan stasiun tersebut tidak digunakan lagi dan dibiarkan saja.

Gambar 7. Sisi lain Stasiun Kudus. (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).
Gambar 7. Sisi lain Stasiun Kudus. (Dok. HIMA/Rama Arbi Armanda Pratama).

Sempat ada wacana dari pihak Pemerintah Kabupaten untuk menggunakan stasiun tersebut untuk menjadi tempat bisnis dan juga sempat ada suatu wacana bahwa stasiun tersebut akan dihidupkan lagi seperti pada era jayanya. Namun, semua itu hanyalah wacana karena sampai saat ini bangunan stasiun tersebut masih dibiarkan terbengkalai.

Tulisan karya :

Rama Arbi Armanda Pratama (Arkeologi 2019)

Editor :

Candrika Ilham Wijaya (Arkeologi 2019)

Hot Marangkup Tumpal (Arkeologi 2018)

 

Daftar Pustaka

Hazami, Akrom. 2018. Stasiun KA di Kudus Ini Jadi Saksi Sejarah Agresi Belanda I. Diakses pada tgl 13 Agustus 2020 melalui https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4162302/stasiun-ka-di-kudus-ini-jadi-saksi-sejarah-agresi-belanda-i/

Situsbudaya.id. Sejarah Stasiun Kudus. Diakses pada tgl 13 Agustus 2020 melalui https://situsbudaya.id/sejarah-stasiun-kudus/

Incoming search terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.