PRAKTIK AMPUTASI PADA 31.000 TAHUN YANG LALU DI KALIMANTAN
Oleh : Mohammad Rosihan Rafiudin
Semenanjung Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur menyimpan wilayah yang berisikan kawasan pegunungan karst batu kapur yang luas dan juga terdapat banyak gua batu kapur dengan bukti arkeologis peninggalan manusia prasejarah di dalamnya, salah satu bukti arkeologis yang paling terkenal dan berpengaruh di kawasan pegunungan karst Sangkulirang-Mangkalihat ini adalah banyaknya ditemukan gambar cadas pada gua-gua yang ada di wilayah tersebut bahkan ditemukan juga gambar cadas tertua yang berusia 40.000 tahun yang lalu. Namun, temuan menarik di kawasan ini tidak hanya berhenti di situ, di situs Liang Tebo yang merupakan gua kapur dengan tiga kamar seluas 160 m2, di dalamnya ditemukan bukti praktik amputasi yang sangat awal yaitu sekitar 31.000 tahun yang lalu. Temuan ini dianggap sebagai bukti paling awal dari sebuah tindakan medis yang kompleks dan puluhan ribu tahun lebih awal dibanding “operasi” zaman batu yang ditemukan di situs-situs di seluruh Eurasia. Penemuan ini sangat penting karena merupakan bukti bahwa setidaknya beberapa pemburu-peramu di Asia Tenggara telah mengembangkan pengetahuan dan teknik medis yang lebih unggul sebelum revolusi neolitikum sekitar 12.000 tahun yang lalu. Penemuan amputasi di Liang Tebo ini diungkap oleh Profesor Maxime ‘Max’ Aubert sebagai pemimpin proyek penelitian dari Griffith Centre for Social and Cultural Research bersama tim arkeologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), FSRD Institut Teknologi Bandung (ITB), dan BPCB Kalimantan Timur pada tahun 2020 lalu.
Di Liang Tebo, para peneliti menemukan sisa-sisa kerangka seorang pemburu-peramu muda yang diperkirakan merupakan seorang remaja (berusia sekitar 19 – 20 tahun). Temuan kerangka tersebut memiliki anggota badan yang tidak hancur atau patah, tetapi hanya ada bagian yang hilang dari kerangka ini, yaitu bagian kaki kiri dan tungkai bawahnya yang benar-benar hilang seluruhnya. Diperkirakan hilangnya kaki bagian kiri kerangka tersebut adalah tanda-tanda dari adanya praktik amputasi oleh ahli bedah prasejarah. Para peneliti meyakini hilangnya kaki kerangka tersebut disebabkan oleh proses amputasi. Hal ini ditunjukkan oleh tulang yang terbentuk kembali menutupi permukaan amputasi yang teridentifikasi pada fragmen tibia distal kiri dan batang fibula. Proses penyembuhan ini mengindikasikan bahwa bagian distal tibia dan fibula telah mengalami amputasi dan kemudian sembuh. Selain itu, faktor yang membuat peneliti menyatakan bahwa hal tersebut adalah amputasi adalah tidak adanya tanda-tanda infeksi pada individu seperti terkena gigitan hewan, diserang hewan, kecelakaan, atau hukuman. Peneliti memperkirakan individu ini harus melakukan amputasi karena mengalami kecelakaan, sesuatu yang tidak lazim dalam hal kecelakaan. Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa tulang mengalami atrofi, yang menandakan bahwa bagian anggota tubuh yang tersisa hanyalah tunggul dengan penggunaan terbatas. Investigasi terhadap perombakan struktur tulang ini menunjukkan bahwa perubahan tersebut terjadi sekitar 6 hingga 9 tahun yang lalu.
Melihat ukuran fibula kiri yang lebih kecil dibandingkan yang kanan menunjukan bahwa kerangka ini dioperasi saat masih anak-anak. Dari beberapa hasil investigasi tersebut dapat disimpulkan bahwa individu ini masih hidup 6 hingga 9 tahun setelah terjadinya proses amputasi. Proses penyembuhan yang terjadi pada individu ini diperkirakan memanfaatkan kekayaan hayati di sekitarnya yang sebagian besar adalah obat, mengingat Liang Tebo merupakan wilayah tropis yang kaya akan hutan hujan yang memiliki tumbuhan dengan khasiat obat. Faktor alam ini juga yang diperkirakan menjadi pendorong perkembangan medis dan pengolahan obat pada kelompok pemburu-peramu di sana. Indikasi lain menunjukkan bahwa individu ini dapat bertahan selama itu adalah karena adanya perawatan intensif dari kelompoknya setelah operasi dilakukan. Praktik amputasi bukanlah hal yang mudah, melainkan membutuhkan keterampilan khusus, baik saat melakukan operasi maupun dalam perawatan pasca operasi. Perawatan pasca operasi sangat penting dalam kasus ini karena tanpa perawatan yang intensif, kemungkinan individu ini bertahan hidup sangat kecil. Untuk membantu proses penyembuhan, dibutuhkan pengaturan suhu, pembatasan pergerakan saat pasien tertidur, dan pengobatan secara teratur, seperti membersihkan, membalut, dan mendesinfeksi luka secara berkala. Metode apa pun yang digunakan oleh ahli bedah prasejarah ini jelas berhasil menghasilkan penyembuhan amputasi yang baik tanpa adanya penyakit atau infeksi pada tulang. Selama bertahun-tahun, individu ini dapat hidup dan tumbuh sebagai orang yang diamputasi, kemungkinan besar karena menerima bantuan berkelanjutan dari masyarakatnya sambil menjalani gaya hidup nomaden di daerah hutan hujan pegunungan ini. Mobilitas individu ini pastinya terganggu meskipun luka sudah membaik, mengingat kawasan Liang Tebo merupakan kawasan karst yang berbatu dan berbukit sehingga membatasi aktivitas individu dan membutuhkan bantuan intensif dari kelompoknya.
Ahli bedah prasejarah yang mengoperasi individu ini dipastikan memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai kedokteran karena operasi ini terbilang sukses melihat adanya penyembuhan yang signifikan pada individu ini. Hal ini merupakan suatu hal yang luar biasa karena pada masa itu mungkin pengetahuan serumit amputasi pasti masih sangat terbatas bahkan berdasarkan umur temuan yang sangat tua menambah keistimewaan dari temuan ini, mengingat temuan mengenai praktik amputasi di masa prasejarah sangatlah langka dan umur dari temuan sebelumnya sangat jauh dengan temuan yang ada di Liang Tebo ini. Beberapa kasus amputasi lain di masa prasejarah, antara lain adalah mumi-mumi di Mesir yang menggunakan jari kaki palsu berusia 3.000 tahun yang lalu, praktik trepanasi di Ukraina dengan cara mengebor lubang telinga pada 9.000 tahun yang lalu, serta operasi telinga di Spanyol Utara untuk menghilangkan rasa sakit pada 5.300 tahun lalu. Namun, praktik yang dapat dikatakan sukses sebelum penemuan di Liang Tebo adalah temuan praktik amputasi yang dilakukan pada lengan kiri seorang petani pada masa neolitik yang ditemukan di Perancis pada 7.000 tahun yang lalu. Dari beberapa contoh tersebut semuanya berkaitan bahwa pengetahuan tentang kedokteran umumnya baru dikenali di masa pertanian awal dan menetap yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Namun, dengan adanya temuan di Liang Tebo ini merubah pandangan tersebut dan menyimpulkan bahwa kelompok pemburu-peramu pada 31.000 tahun yang lalu memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam dunia kedokteran dengan tingkat tinggi yang dikembangkan oleh manusia di masa pleistosen akhir. Dari temuan ini juga membuka pandangan baru mengenai pengetahuan medis di masa prasejarah yang mungkin tidak se-primitif yang kita kira selama ini.
REFERENSI
Maloney, T. R., Dilkes-Hall, I. E., Vlok, M., Oktaviana, A. A., Setiawan, P., Priyatno, A. A. D., … & Aubert, M. (2022). Surgical amputation of a limb 31,000 years ago in Borneo. Nature, 609(7927), 547-551.
Murphy, N. J., Davis, J. S., Tarrant, S. M., & Balogh, Z. J. (2023). Common orthopaedic trauma may explain 31,000-year-old remains. Nature, 615(7952), E13-E14.
Handwerk, B. (2022b, September 7). Earliest known amputation was performed in Borneo 31,000 years ago. Smithsonian Magazine. https://www.smithsonianmag.com/science-nature/earliest-known-amputation-was-performed-in-borneo-31000-years-ago-180980710/
Priyambodo, U. (2022, September 8). Bukti Amputasi Tertua pada Manusia Zaman Batu Ditemukan di Kalimantan – Semua Halaman – National Geographic. National Geographic. https://nationalgeographic.grid.id/read/133467855/bukti-amputasi-tertua-pada-manusia-zaman-batu-ditemukan-di-kalimantan?page=all