Permasalahan Rencana Pemasangan Cattra Borobudur

Sumber foto: commons.wikimedia.org

Status Candi Borobudur sebagai salah satu World Heritage terancam dicabut oleh UNESCO. Ada banyak perdebatan mengenai rencana pemasangan Cattra pada puncak stupa Candi Borobudur yang dikemukakan oleh Kemenag. Tidak semua masyarakat, terutama para arkeolog, setuju dengan pemasangan cattra. Berdasarkan UU Cagar Budaya, pemasangan cattra tidak memungkinkan untuk dilakukan karena Candi Borobudur merupakan salah satu warisan budaya yang telah diakui oleh UNESCO sehingga diperlukan penelitian yang komprehensif jika ingin tetap memasang cattra di Candi Borobudur.

Tular Sudarmadi, seorang Dosen Arkeologi UGM mengungkapkan bahwa Borobudur dijadikan sebagai World Heritage melalui proses yang panjang sehingga kepemilikan borobudur tidak lagi menjadi milik individu atau etnis tertentu, tetapi milik semua bangsa dengan konsekuensi dimiliki oleh semua orang. Setiap orang bebas melakukan kegiatan di Borobudur dan pemanfaatannya diatur oleh pemerintah dan pakar.

Dalam bangunan candi terdapat Caitya yang bentuknya hampir sama dengan stupa. Bedanya caitya berukuran lebih kecil dari stupa dan berfungsi menyimpan hal-hal penting yang berkaitan dengan buddha. Di Indonesia, stupa terdiri dari berbagai macam jenis. Biasanya berbentuk setengah lingkaran yang terdiri dari Prasadha, Anda, Harmika, Yasthi, dan Cattra (opsional). Selain itu, terdapat stupa berupa relief.

Relief cattra pada dinding relief bersifat kontekstual yang melambangkan kesucian dalam agama Hindu dan Buddha. Cattra yang memiliki stupa biasanya stupa tunggal yang kecil, bukan yang berukuran besar/bangunan. Pada umumnya, cattra berbentuk seperti payung, tetapi pada stupa tidak berbentuk payung melainkan berbentuk seperti cakram. Pada relief Borobudur terdapat relief stupa yang kebanyakan tidak bercattra. Jika dilihat dari penemuan di situs Watu Layar, Lasem terdapat relief stupa bercattra. Begitu juga dengan temuan di situs lain seperti Kalimantan Barat, Bali, dan NTB. Stupa bercattra di Indonesia banyak ditemukan berupa relief. Jika dibandingkan dengan candi-candi buddha yang se-zaman dengan Borobudur, seperti Pawon, Mendut, Plaosan, dan lain-lain, stupa pada candi-candi tersebut tidak bercattra sehingga stupa tidak bercattra menjadi ciri khas gaya arsitektur nusantara pada masa itu.

 

Sumber foto: Aditya Revianur

 

Diketahui bahwa batuan yang digunakan oleh Van Erp untuk menyusun cattra Borobudur hanya 32% batu asli dan sisanya menggunakan batuan baru. Saat Cattra buatan dipasang di stupa ternyata tidak tepat dan tidak simetris, sehingga cattra dilepas kembali.

“Dari hasil kajian banyak pihak, pemasangan cattra ditunda, tapi akan ada skenario baru yaitu adaptasi bentuk cattra yang bersifat politis” ujar Niken Wirasanti, Dosen Arkeologi UGM.

Jika pemasangan cattra tetap dilakukan, maka ada perubahan yang signifikan karena Borobudur merupakan suatu kawasan yang sangat luas mencakup Candi Pawon dan Mendut.

Candi Borobudur adalah tempat ibadah berupa mandala yang terdiri dari garbhadatu mandala dan vajradatu mandala. Oleh karena itu, Pengkajian Candi Borobudur juga perlu disesuaikan dengan pengembangan agama buddha pada abad ke-9 masehi, ketika ajaran yang dikembangkan merupakan ajaran mahayana dan tantrayana yang dilakukan melalui filsafat yogacara.

Borobudur masuk ke dalam garis imajiner dengan candi Pawon dan Mendut yang merupakan sebuah ritual perjalanan buddha untuk mencapai tingkatan tertinggi. Jika cattra tiba-tiba dipasang, maka nilai universal akan turun.

Secara arkeologis, pemasangan cattra tidak bisa dilakukan karena data-data yang kurang lengkap. Secara eksternal terdapat keinginan atau imajinasi bahwa cattra bisa dinaikkan. UNESCO tidak mempermasalahkan adaptive reuse, tetapi tetap diperlukan kajian yang jelas dan tepat. Secara konservasi dan keamanan harus mempertimbangkan dengan seksama karena menurut lanskap di sekitar Candi Borobudur rawan akan gempa bumi dan bahkan juga petir sehingga pemasangan harus dipertimbangkan dan dipikirkan kembali mengenai masalah epistemologis, ontologis dan pemaknaan, pengelolaan, serta pemanfaatan Candi Borobudur tersebut.

Incoming search terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.