Societeit de Harmonie: Dibangun Untuk Kongkow Belanda, Dihancurkan Untuk Lahan Parkir Pribumi
Societeit de Harmonie: Dibangun Untuk Kongkow Belanda, Dihancurkan Untuk Lahan Parkir Pribumi
Oleh: Novia Anggraini Rizky Kahar (Arkeologi 2014)
Sebagaimana layaknya sekarang sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta di abad 19 ketika masih bernama Batavia pun sudah menjadi kota yang penting. Ketika Belanda memutuskan suntuk menjadikan Jakarta sebagai markas besar VOC, maka diamanatkanlah Simon Stevin untuk merancang desain kota ini menjadi kota benteng yang dikelilingi dinding yang menjulang tinggi. Kota dibagi menjadi 2 wilayah besar yang dipisahkan aliran Sungai Ciliwung, dengan kanal-kanal yang membelah kota dengan pohon-pohon rindang di tepinya.
Di pertengahan akhir abad 19, pusat sosial Batavia dan kawasan perbelanjaan elit bagi orang-orang Eropa terdapat di Rijswijk, Noordwijk, dan Rijswijkstraat (sekarang Jl. Veteran, Jl Juanda dan Jl. Majapahit). Daerah Rijswijk berkembang menjadi perumahan elit pada waktu periode Inggris (1811-1816). Raffles pun tinggal di kawasan Rijswijk, di rumah yang nantinya menjadi Hotel der Nederlander. Daerah yang sudah elit itu semakin dibuat elit lagi dengan dibukanya gedung perkumpulan Harmonie Society di sudut Rijswijk dan Rijswijkstraat pada 1815.
Saat ini, di Jakarta terdapat toponim Harmoni, yang merupakan nama sebuah kawasan. Ternyata toponim tersebut dipakai karena dahulu pernah terdapat gedung bernama Gedung Harmoni di kawasan tersebut. Gedung Harmoni (Societeit Harmonie) dulu terletak di ujung jalan Veteran dan Majapahit sekarang. Pendirian gedung itu diprakarsai oleh Gubernur Jendral Reinier de Klerk pada 1776, mulai dikerjakan pada 1810, dan digunakan sebagai tempat perkumpulan (societeit) serta pesta orang Belanda.
Pada masa Daendels tahun 1810, kawasan Harmonie mulai dibenahi termasuk benteng Rijswijk. Daendels memerintahkan Mayor Schultze yang telah merancang istana di lapangan Banteng untuk merancang gedung perkumpulan di Rijswijk. Awalnya, bangunan untuk klub ini berada di Jalan Pintu Besar Selatan. Namun karena kawasan itu semakin kotor, Daendels memindahkan bangunan tersebut ke pojok Jalan Veteran dan Majapahit.
Pembangunan lanjutan dan peresmian dilakukan oleh Raffles pada 18 Januari 1815 untuk menghormati hari kelahiran Ratu Charlotte, istri Raja Inggris George III. Raffles membangun sebuah ruang di gedung ini untuk menyimpan dan memajang koleksi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG), perkumpulan yang berdiri pada 1778, dan menjadi perkumpulan ilmu pengetahuan tertua di Asia Tenggara. Koleksi Bataviaasch Genootschap berada di Harmonie hingga 1868. Sebuah gedung baru—sekarang Museum Nasional— yang lebih luas di Koningsplein West—kini Jalan Merdeka Barat—telah siap digunakan sebagai tempat memajang aneka koleksi naskah dan barang pusaka nusantara lainnnya.
Gedung berkapasitas 2000 orang ini mempunyai ruangan yang luas dengan lantai dari marmer dan tiang-tiang yang tinggi, lampu kristal, cermin dinding yang tinggi juga patung-patung dari perunggu. Di dalamnya juga terdapat ruang baca dan ruang bilyar. Gedung perkumpulan sosialita warga Batavia ini bercat putih. Beranda utama berhias sederet pilar tuskan. Pilar-pilar itu menopang tulisan bercat hitam “HARMONIE” dalam bingkai dinding segitiga. Pada keempat sisinya berjajar pintu-pintu berkisi dengan teras keliling terbuka yang dibatasi oleh pagar besi. Lereng atapnya yang memiliki dua kemiringan—gaya mansard—mencitrakan pengaruh arsitektur Prancis yang kuat. Sebagian batu bata hasil bongkaran tembok kota Batavia telah digunakan untuk membangun Harmonie berdasarkan rancangan J.C. Schultze.
Catatan dari seorang perwira Belanda, WA Rees, yang diundang ke Societeit Harmonie untuk perayaan ulang tahun Ratu Belanda di tahun 1940 dalam tulisannya: Herineringen Van Een Indisch Officier mengungkapkan bagian depan gedung dihiasi lentera-lentera dari Cina. Tiga dari empat ruangan yang saling berhubungan hanya dipisahkan oleh tiang-tiang dan lengkungan sehingga membentuk sebuah ruang pesta raksasa.
Sedikit cerita tentang gedung yang mendapat julukan “Rumah Bola” oleh penduduk pribumi ini merupakan tempat pertemuan, berkumpul, berbincang sambil menikmati secangkir teh, minum alkohol, main kartu, main bilyar dan pesta para sosialita Eropa di Batavia. Sociteit Harmonie sangat populer di Batavia pada saat itu karena hanya orang-orang eropa dari kelas atas, pejabat, pengusaha dan priyayi yang boleh menjadi anggota perkumpulan eksekutif ini.
Sungguh sangat disayangkan, Gedung Harmonie dibongkar pada Maret 1985. Pembongkarannya menjadi kontroversi karena lahannya digunakan untuk perluasan areal parkir Kantor Sekretariat Negara dan pelebaran Jalan Majapahit. Gambar di masa lalu serta sejarah gedung mewah di abad 19 itu juga sulit ditemukan. Lenyap sudah gedung yang menjadi penanda cikal bakal Museum Nasional dan Perpustakaan Nasional dimana keduanya merupakan dua lembaga ilmu pengetahuan tertua di Indonesia.