Saint-Bélec: Lempeng Berharga yang Terlupakan

Peta merupakan gambaran dari suatu keadaan geografis, yang disajikan pada suatu bidang datar dalam skala tertentu. Sebagian besar peta yang ada disajikan melalui 2D, namun dengan adanya perkembangan teknologi, saat ini peta 3D semakin sering digunakan dan bahkan saat ini semakin mudah dalam pembuatan peta 3D ini. Dengan adanya penggamabaran peta melalui visualisasi 3D, pernahkah kalian terbesit pertanyaan, kapan sih peta 3D pertama dibuat? Dan bagaimana bentuknya? Percayakah kalian jika peta 3D pertama hanya terbuat dari sebuah lempeng batu?

Sebuah lempeng batu berusia 4000 tahun yang lalu, yang ditemukan pada sebuah kuburan prasejarah di Finistère, Britanny Barat, oleh seorang ahli prasejarah, Paul du Châtellier, diduga sebagai peta 3D tertua di Eropa. Lempeng batu ini disebut sebagai Saint-Bélec, diduga berasal dari Zaman Perunggu awal (2150-1600 SM) dan ditemukan pertama kali pada tahun 1900. Bagian lempeng yang dapat dipulihkan memiliki ukuran panjang 2,2 meter, lebar 1,53 meter, dan ketebalan 0,16 meter, dengan berat ssekitar 1,5-2 ton. Saint-Bélec merupakan sebuah lempeng batu berwarna abu-abu kebiruan, yang memiliki bahan dasar batuan kuarsa berbentuk oval, kemungkinan berasal dari batuan gunung berapi (NICOLAS, et al., 2021, p. 370).

Gambar 1. Rupa Saint-Bélec

Sumber: arkeonews.net

Du Châtellier menyimpan lempengan tersebut di rumahnya, Château de Kernuz, sebelum menjadi koleksi dari Museum of National Antiquities (MAN) pada tahun 1924. Sampai tahun 1990-an, lempengan Saint-Bélec disimpan di ceruk di ruang bawah tanah kastil. Meskipun Saint-Bélec sudah ditemukan pada tahun 1900, namun saat itu lempeng ini masih belum diindikasikan sebagai sebuah peta, dan dapat dikatakan bahwa lempeng batu tersebut terlupakan hampir selama satu abad. Adanya studi lebih lanjut terhadap lempeng batu ini baru dilakukan saat lempengan ini ditemukan kembali pada tahun 2014, di ruang bawah tanah kastil. Penelitian lanjutan terhadap Saint-Bélec dilakukan dari 2014 hingga 2021, dan melalui penelitian inilah didapatkan kesimpulan bahwa lempengan ini merupakan sebuah peta awal karena ukiran rumit yang terdapat pada permukaannya.

Gambar 2. Lukisan peta yang terdapat pada Saint-Bélec

Sumber: nationalgeographic.grid.id

Para peneliti menggunakan metode survei 3D resolusi tinggi dan fotogrametri untuk dapat menganalisis ukiran pada Saint-Bélec secara lebih detail. Melalui metode ini ditemukan bahwa ukiran yang digunakan relatif seragam dan menunjukkan pengulangan bentuk geometris sederhana, seperti: cup-marks bulat dan oval; garis lurus atau melengkung; dan bujur sangkar, lingkaran, oval, atau bentuk lengkung lainnya. Meskipun ukiran yang ada pada Saint-Bélec dapat dikatakan sebagai ukiran sederhana, namun dalam pembuatannya diyakini menggunakan berbagai teknik untuk mengukir lempeng batu tersebut ke kedalaman yang berbeda (NICOLAS, et al., 2021, p. 375). Ukiran-ukiran ini menggambarkan semua tanda yang ada pada peta, seperti kontur yang disatukan oleh garis. Seperti adanya garis yang mewakili jaringan sungai dan pembuatnya tampak secara sengaja menggunakan bentuk 3D untuk mewakili lembah. Selain itu, adanya perbedaan kedalaman pada ukirannya juga kemungkinan merupakan gambaran lokasi permukiman, bukit, dan sistem lapangan. Ukiran-ukiran ini kemudian disandingkan dengan elemen lanskap Prancis, dan berdasarkan sebuah studi di Buletin Masyarakat Pesejarah Prancis menyatakan bahwa “pola berulang yang dihubungkan oleh garis” di permukaannya menujukan bahwa itu menggambarkan wilayah Finistère, dengan lebih spesifik lempengan tersebut mewakili area di sepanjang Sungai Odet. Melalui kajian terhadap lokasi geografisnya menunjukkan bahwa wilayah yang diwakili pada Saint-Bélec memiliki akurasi 80% relatif terhadap area sungai sepanjang 18 mil. Saint-Bélec kemungkinan digunakan untuk upaya menegaskan kepemilikan wilayah kekuasaan seorang penguasa saat itu. Hal ini dikarenakan orang dari Zaman Perunggu tidak menggunakan peta dari lempengan batu untuk bernavigasi. Pada zaman itu, umumnya peta ditransmisikan dalam bentuk cerita atau narasi. Fakta bahwa ditemukannya Saint-Bélec pada sebuah kotak kubur prasejarah, dianggap sebagai akhir dari kekuasaan raja atau pangeran saat itu. Teori lain menyebutkan bahwa hal tersebut dikarenakan adanya penolakan terhadap kekuasaan yang dipegang oleh para elit atas masyarakat saat itu.

Saint-Bélec dapat dikatakan menjadi suatu temuan yang begitu berharga. Melalui lempeng batu ini, kita jadi dapat mengetahui bahwa kemampuan dan pengetahuan kartografi telah berkembang sejak dari Zaman Perunggu. Kemampuan masyarakat saat itu dalam merepresentasikan kondisi geografis dalam sebuah lempengan batu terbilang sudah cukup detail dan teknik yang digunakan pun sudah begitu kompleks meski dengan alat-alat yang terbilang begitu sederhana.

REFERENSI

Altuntaş, L. (2021, April 6). Retrieved Agustus 16, 2022, from https://arkeonews.net/the-oldest-known-map-of-europe-saint-belec-slab/

NICOLAS, C., Pailler, Y., STÉPHAN, P., Pierson, J., Aubry, L., Lacombe, . . . Rolet, J. (2021). An Early 3D-Map of a Territory? The Bronze Age Carved Slab from Saint-Belec, Leuhan (Britanny, France). Oxford Journal of Archaeology, 40(4), 367-390.

Putri, G. S. (2021, April 7). Retrieved Agustus 16, 2022, from https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/07/163100023/berusia-4000-tahun-ini-peta-3d-tertua-yang-ditemukan-di-perancis?page=all

Tanhati, S. (2021, Oktober 18). Retrieved Agustus 16, 2022, from https://nationalgeographic.grid.id/read/132947151/lempeng-batu-berusia-4000-tahun-ini-diperkirakan-peta-tertua-di-eropa?page=all