[HIMAPEDIA] Candi Bocok dan Tinggalan Arkeologis di Daerah Aliran Sungai Konto, Jawa Timur

Candi Selatan
Potret candi bagian selatan. (Dok. HIMA/Abednego Andhana P).

Candi Bocok secara administratif terletak di Desa Pondok Agung, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Candi ini terletak di ketinggian 437 Mdpl dan tidak jauh dari jalan raya Malang-Kediri. Candi Bocok berada di daerah pegunungan antara Pegunungan Arjuna di sebelah utara dan Pegunungan Kelud di sebelah selatan. Candi Bocok memiliki nilai historis yang cukup penting mengingat letaknya yang berada di jalur antara Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Kadiri pada abad ke-13 M. Candi ini juga tidak berdiri sendiri, akan tetapi terdapat beberapa situs lain yang diduga berkaitan di kawasan perbatasan antara Kediri dan Malang.

Candi ini terletak di kaki sebuah bukit kecil yang dikelilingi oleh perkebunan warga. Candi Bocok terdiri atas dua candi yang tidak sejajar. Kedua candi ini membentang dari utara ke selatan dengan pintu masuk menghadap ke barat. Candi di sebelah selatan terletak lebih ke belakang (timur) daripada candi di sebelah utara. Pola tata ruang candi ini merupakan susunan candi yang cukup unik walaupun candi-candi di Jawa Timur umumnya memiliki tata letak yang kurang simetris, tidak seperti candi-candi di Jawa Tengah.

Candi bagian utara. (Dok. HIMA/Abednego Andhana P).

Adapun candi pada umumnya dikelilingi oleh sebuah pagar. Namun, di situs ini belum ditemukan struktur pagar yang mengelilingi Candi Bocok. Struktur candi di sebelah utara hanya menyisakan bagian kaki candi yang terbuat dari bata. Hanya ada bagian tangga dan beberapa umpak yang dibuat dari batu andesit. Di candi utara, umpak ditemukan di sisi kanan dan kiri sebelum masuk candi dan di bagian atas kaki candi. Ditemukannya umpak dan tidak ditemukannya bagian kemuncak candi memungkinkan bahwa candi ini dahulu beratap kayu di mana umpak berperan sebagai tiang penyangga. Dengan kata lain, candi ini tidak memiliki bagian badan dan atap yang berasal dari batu karena tidak ditemukan robohan atau sisa runtuhan bangunan bata merah di sekeliling candi. Di bagian pipi tangga candi utara ditemukan miniatur candi sebagai hiasan. Di bagian atas kaki candi ini dapat ditemui sebuah arca yang terpotong dan hanya menyisakan bagian kaki.

Sementara itu, candi di bagian selatan memiliki struktur yang cukup identik dengan candi di utara. Hanya saja, candi di sebelah selatan terletak lebih tinggi dari candi di sebelah utara (mengingat candi yang terletak di kaki bukit) dan berbentuk persegi panjang. Di bagian atas kaki candi selatan juga terdapat umpak. Candi selatan memiliki kondisi yang kurang baik dikarenakan tumbuhnya pohon kenanga dan pohon puring. Jika diamati, kemungkinan candi di selatan juga tertimbun oleh tanah yang berasal dari bukit di atasnya. Kedua bangunan candi tidak memiliki relief maupun pola hiasan di bagian kaki dan cenderung berbentuk seperti punden berundak.

Belum dapat diidentifikasi secara pasti apakah candi di utara atau candi di selatan yang merupakan candi induk. Jika kita melihat tata ruang candi-candi di Jawa Timur, candi yang berada paling belakang atau paling tinggi biasanya merupakan candi induk dari sebuah kompleks. Dengan kata lain, jika candi menghadap ke arah barat maka candi yang paling timur adalah candi induk. Hal ini dapat kita temukan dalam pola tata ruang Candi Jawi dan Candi Penataran. Namun, jika kita menerapkan pola tata ruang candi-candi Jawa Timur pada Candi Bocok, maka candi di selatan adalah candi induk. Namun, hal ini kurang memungkinkan karena ragam hias dan struktur bangunan candi utara yang lebih lengkap dalam menonjolkan fungsinya sebagai sebuah candi. Candi di sebelah selatan hanya berbentuk persegi empat yang sederhana tanpa temuan arca tidak seperti di candi utara. Kemungkinan jika candi di sebelah selatan diekskavasi kembali dan ditemukan struktur lanjutan atau bagian candi selatan yang lebih luas, maka bisa jadi candi di sebelah selatan adalah candi induk.

Namun dalam kondisi sekarang, candi bagian selatan lebih cocok digambarkan sebagai sebuah pendopo ketika dianalisis dari bagian kaki dan struktur umpaknya. Jika kita mengatakan bahwa candi utara adalah candi induk, maka Candi Bocok merupakan satu kasus langka di mana terdapat candi perwara di belakang candi induk bahkan dalam tata keruangan candi-candi di Jawa Timur sekalipun. Namun, langka bukan berarti tidak mungkin. Candi Penataran juga memiliki bangunan di belakang candi induk walaupun struktur tersebut adalah petirtaan yang masih berfungsi hingga saat ini.

Arca Siwa
Arca Siwa Candi Bocok. (Dok. HIMA/Abednego Andhana P).

Candi Bocok merupakan candi yang berlatar belakang agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan penemuan arca Siwa dan arca Parwati. Menyadari ancaman pencurian benda arkeologis ini, penduduk kemudian mengamankan bagian badan dan kepala arca di salah satu rumah penduduk di dekat Candi Bocok. Hal yang sama juga dilakukan pada arca Siwa yang sekarang diamankan di rumah juru pelihara Candi Bocok. Keberadaan dua arca ini merupakan satu hal yang unik mengingat arca Siwa yang lebih sering didampingi dengan arca Durga sebagai saktinya. Keberadaan temuan arca Parwati di bagian tengah candi juga merupakan satu hal yang tidak biasa mengingat susunan candi Hindu harusnya menempatkan arca Siwa, Lingga-Yoni, maupun arca Trimurti lainya di tengah bagian candi, bukan menempatkan arca saktinya.

Arca Parwati Candi Bocok. (Dok. HIMA/Abednego Andhana P).
Arca Parwati Candi Bocok. (Dok. HIMA/Abednego Andhana P).

Tidak diketahui secara pasti siapakah yang mendirikan candi ini dan apakah candi ini berasal dari masa kerajaan Kadiri, Singhasari, Majapahit, atau bahkan merupakan candi yang berfungsi lintas masa seperti Candi Penataran (dibangun pada masa Kadiri namun tetap digunakan hingga masa Majapahit sebagai candi negara). Sumber sejarah yang ada mengenai candi ini juga sangat minim. Namun, jika kita melihat peristiwa sejarah yang terjadi di daerah ini dan mengaitkan keberadaan Candi Bocok dengan situs di sekitarnya, kita dapat memperoleh gambaran wilayah ini pada masa lampau.

Satu peristiwa yang menarik perhatian adalah peristiwa peperangan antara Kerajaan Kadiri yang saat itu dikuasai oleh Kertajaya atau Dandang Gendis dengan Kerajaan Singhasari yang baru saja menahbiskan Rajasa atau Ken Angrok sebagai rajanya. Menurut Kitab Negarakertagama, peperangan ini terjadi pada tahun 1222 M dan mengakibatkan kehancuran Kerajaan Kadiri serta menguatnya Kerajaan Singhasari sebagai penguasa Jawa Timur. Peperangan paling hebat terjadi di utara desa Ganter antara pasukan Kerajaan Singhasari yang dipimpin langsung oleh Ken Angrok dengan tentara Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Mahisa Walungan, adik Kertajaya. Penggunaan kata desa Ganter di sini dipercaya oleh penduduk sekitar sebagai salah satu desa di wilayah yang membentang di pegunungan tempat Candi Bocok berada.

Pegunungan yang berada di perbatasan Gunung Arjuno, Gunung Kawi dan Gunung Kelud ini tidak memiliki nama, namun pegunungan ini dibelah oleh Sungai Konto. Selain itu, banyak situs-situs lainnya yang tersebar di wilayah pegunungan ini. Bukti yang mendukung bahwa daerah ini adalah wilayah Ganter dapat ditemui dalam Kitab Pararaton maupun Negarakertagama yang mencoba menutupi fakta bahwa Raja Kertajaya (Dandang Gendis) terbunuh dalam pertempuran (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010: 298). Kitab Negarakertagama menyatakan bahwa Raja Kertajaya mengungsi di pegunungan bersama para Brahmana. Bahkan, Kitab Pararaton justru menyatakan bahwa Kertajaya moksa bersama para kerabat dan istananya. Jika kita mengikuti kisah pertempuran ini, maka peristiwa perang hebat di desa Ganter sedikit banyak berkaitan dengan candi-candi di sepanjang aliran Sungai Konto ini tanpa terkecuali Candi Bocok yang memang tidak terletak jauh dari aliran Sungai Konto.

Adapun situs-situs lainnya yang sekiranya dapat membantu kita menganalisis secara lebih dalam mengenai Candi Bocok terkait konteks peperangan desa Ganter adalah Candi Sapto, situs Watu Gilang, dan Candi Songgoriti. Candi Sapto merupakan candi yang paling dekat dengan Candi Bocok dan hanya berjarak 7,3 km dari Candi Bocok. Candi ini dinamakan Candi Sapto karena terdapat tujuh arca Buddhis yang ditemukan di candi ini. Tujuh arca tersebut sekarang dalam kondisi yang aus dan susah dikenali (belum diketahui apakah karena pengerjaan yang belum selesai atau karena pelapukan). Dari tujuh arca Buddhis tersebut, salah satu arca dengan kondisi yang cukup baik diamankan di kantor Polsek Kasembon (arca Siwa dari Candi Bocok juga sempat diamankan di tempat ini namun dikabarkan “kembali sendiri”). Candi ini menunjukkan bahwa di daerah sepanjang aliran Sungai Konto juga terdapat pengikut agama Buddha yang mungkin juga terlibat dalam peperangan di tahun 1222 M. Namun, candi ini tidak menyediakan bukti sejarah yang kuat mengenai peperangan yang terjadi.

Situs lain yang juga terletak di sepanjang Kali Konto adalah situs Watu Gilang yang terletak di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Situs ini terletak 44 km ke arah timur dari Candi Bocok. Walaupun jaraknya yang cukup jauh, situs Watu Gilang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai benteng pertahanan dalam perang yang terjadi tahun 1222 M. Bentuk situs yang hanya berupa tumpukan batu di lereng bukit seakan mendukung bahwa situs ini dahulu memiliki fungsi yang tidak berkaitan dengan agama (mungkin saja militer). Situs ini terletak lebih dekat dengan kota Batu dan mungkin merupakan tempat pertahanan Kerajaan Singhasari. Situs Watu Gilang sebenarnya berkaitan erat dengan Candi Songgoriti yang sudah termasuk dalam wilayah kota Batu. Candi Songgoriti didirikan oleh Mpu Supo di atas sumber mata air panas. Candi ini diduga berperan dalam perang yang terjadi tahun 1222 M sebagai pertahanan pertama dari Kerajaan Singhasari yang berpusat di Tumapel (berlokasi lebih ke timur lagi).

Akan tetapi, dugaan ini bisa dikatakan bertolak belakang dengan analisis ragam hias dan arsitektur candi. Para peneliti dari BPCB Trowulan beranggapan bahwa Candi Bocok merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Hal ini terlihat jelas dari ikonografi arca Siwa yang identik dengan arca-arca masa Majapahit. Sayangnya, pendapat ini belum dapat dipastikan oleh para arkeolog. Selain itu, bahan dasar candi yang berasal dari bata merah seolah memperkuat bukti bahwa candi ini berasal dari masa Majapahit. Tentunya, penganalogian candi bata merah sebagai candi peninggalan Kerajaan Majapahit sekali lagi merupakan satu hal yang belum dapat dipastikan walaupun memang banyak candi masa Majapahit yang berbahan dasar bata merah.

Satu hal yang pasti, ada atau tidaknya peperangan tidak memengaruhi keberadaan Candi Bocok sebagai bukti keberadaan permukiman dengan kegiatan aktivitas penduduk di sepanjang Sungai Konto di masa klasik. Keberadaan Candi Bocok yang berdekatan dengan Candi Sapto juga sangat memungkinkan bahwa permukiman penduduk yang setidaknya berada sejak masa Kerajaan Kadiri ini memiliki hubungan yang erat satu sama lain.

 

Tulisan karya :

Abednego Andhana P. (Arkeologi 2018)

Editor :

Candrika Ilham Wijaya (Arkeologi 2019)

Hot Marangkup Tumpal (Arkeologi 2018)

 

Daftar Pustaka

Miksic, John dkk. 2002. Indonesian Heritage Jilid I: Sejarah Awal. Jakarta: Buku Antar Bangsa.

Tjahjono, Gunawan dan John Miksic. 2002. Indonesian Heritage Jilid VI: Arsitektur. Jakarta: Buku Antar Bangsa.

Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.

Sedyawati, Edi. Dkk 2013. Candi Indonesia: Seri Jawa. Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman.

Munandar, Agus Aris. 2015. Keistimewaan Candi-candi Zaman Majapahit. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

 

Incoming search terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.