Lubang Jepang Bukittinggi: Saksi Bisu Perang Dunia II di Sumatera Barat

Oleh: Muhammad Chairrul Fitransyah

 

Bukittinggi merupakan kota terbesar kedua di provinsi Sumatera Barat. Kota ini memiliki banyak peninggalan cagar budaya, khususnya peninggalan masa kolonial, seperti Benteng Fort De Kock, Istana Bung Hatta, dan Jam Gadang. Tak hanya itu, di kota ini juga tersimpan sebuah peninggalan masa pendudukan Jepang di Indonesia, khususnya terkait dengan praktik kerja paksa atau romusha pada saat itu, yaitu Lubang Jepang Bukittinggi atau Lubang Japang (sebutan bahasa Minang). Lubang Jepang ini dibangun pada masa pendudukan kolonial Jepang pada tahun 1942 – 1945, berupa semacam terowongan yang awalnya difungsikan sebagai tempat perlindungan dan penyimpanan amunisi oleh tentara Jepang guna menghadapi ancaman dari Sekutu selama Perang Dunia II, khususnya dalam tahap Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya.

 

Gambar 1. Gerbang masuk Lubang Jepang
Sumber: Kompas.com

 

Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia

Pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada Maret 1942 – Agustus 1945, pendudukan ini awalnya bermula setelah Jepang berhasil mengalahkan pasukan Hindia Belanda dalam Perang Dunia II. Tujuan masuknya Jepang ke Indonesia ini awalnya untuk “membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda”. Namun, alasan masuknya Jepang ini ternyata hanyalah propaganda belaka untuk menarik simpati rakyat Indonesia kala itu agar dapat menerima kedatangan pasukan Jepang, nyatanya tujuan Jepang ke Indonesia adalah untuk memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang diperlukan untuk membantu dalam Perang Dunia II untuk melawan Sekutu.

Jepang mengendalikan Indonesia dengan kebijakan militer yang keras dan represif. Untuk mempertahankan kekuasaannya, Jepang melakukan berbagai strategi, termasuk dengan pembangunan infrakstruktur, seperti bunker, benteng dan terowongan. Misalnya, Selokan Mataram di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Lubang Jepang di Bukittinggi sebagai salah dua contoh dari infrastruktur militer yang dibangun sebagai upaya pertahanan dari serangan sekutu.

 

Pembangunan Lubang Jepang

Lubang Jepang Bukittinggi terletak di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, tepatnya di tengah Taman Panorama di Ngarai Sianok di bawah Kota Bukittinggi. Lubang ini dibangun menggunakan tenaga kerja paksa atau romusha. Romusha adalah sistem kerja paksa yang direkrut secara paksa oleh tentara Jepang dari berbagai wilayah di Indonesia, terutama dari Pulau Jawa. Banyak dari korban romusha ini mengalami penderitaan yang begitu berat selama bekerja, seperti kekurangan makanan, minimnya fasilitas kesehatan, dan perlakuan tidak manusiawi dari tentara Jepang.

Ada dua versi mengenai pembuatan Lubang Jepang, yaitu versi pelaku sejarah dan versi orang Jepang. Menurut versi pelaku sejarah, dapat diketahui bahwa inisiasi pembuatan Lubang Jepang ini sudah ada sejak awal pendudukan Jepang pada tahun 1942, tetapi baru mulai konstruksinya pada bulan Maret 1944 dan selesai pada bulan Juni 1944 yang berfungsi sebagai pertahanan tentara Jepang dalam Perang Dunia II dan Perang Pasifik (Dai Tora Senso), atas perintah Pemerintah Militer Angkatan Darat Jepang (Tentara Kedua Puluh Lima) untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittingi dengan Komandan Tentara Pertahanan Sumatera Jenderal Watanabe. Dalam Buku Dinamika Pemerintahan Lokal Kota Bukittinggi, terbitan tahun 2004 oleh Pemerintah Kota Bukittinggi, Lembaga Pengembangan Masyarakat, dan Institut Ilmu Pemerintahan menjelaskan bahwa pembuatan terowongan bawah tanah yang memenuhi persyaratan Jepang akhirnya tidak selesai dan menjadi sia-sia karena Jepang sudah menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 yang menandakan berakhirnya dominasi Pemerintah Militer Jepang, khususnya di Bukittinggi.

 

Gambar 2. Interior Lubang Jepang
Sumber: Minangtourism

 

Fungsi Lubang Jepang

Lubang Jepang ini memiliki panjang sekitar 1.470 m dengan kedalaman mencapai 49 m di bawah tanah. Struktur bangunan dibuat sedemikian rupa, sehingga sulit untuk ditemukan dan dihancurkan oleh musuh. Selain itu, terowongan ini dirancang untuk menahan serangan bom dan dilengkapi dengan berbagai ruangan. Ruangan-ruangan yang terdapat di 21 terowongan Lubang Jepang ini digunakan untuk berbagai fungsi, antara lain sebagai tempat menyimpan amunisi, sebagai tempat tinggal, ruang pertemuan, ruang makan pekerja paksa, dapur, penjara, ruang pendengaran, ruang penyiksaan, ruang spionase, ruang penyergapan, dan gerbang melarikan diri.

Secara strategis, Bukittinggi dipilih sebagai lokasi pembangunan Lubang Jepang karena kota ini memiliki letak yang sangat penting. Bukittinggi yang terletak di dataran tinggi, sehingga menawarkan pertahanan alami dari serangan musuh. Selain itu, Bukittinggi juga merupakan  pusat pemerintahan militer Jepang di Sumatera, sehingga membangun fasilitas pertahanan di kota ini merupakan langkah cerdas untuk melindungi Jepang di wilayah tersebut.

 

Gambar 3. Lorong menuju Ruang Amunisi
Sumber: Interes.id

 

Struktur Terowongan

Gambar 4. Denah Lubang Jepang
Sumber: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bukittinggi

 

Lubang Jepang dirancang dengan sangat strategis. Terowongan ini terdiri dari beberapa ruangan dengan fungsi tertentu yang mendukung pertahanan militer Jepang. Beberapa ruangan penting di dalam terowongan ini, yaitu:

  1. Ruang Pengintaian

      Ruang ini digunakan untuk memantau aktivitas di luar terowongan dan memastikan keamanan area sekitar. 

  2. Ruang Penyergapan

      Ruang ini dirancang sebagai lokasi penyergapan musuh yang nekat masuk ke dalam terowongan, membuat ruang ini sangat berguna dalam situasi darurat.

 3. Penjara dan Ruang Penyiksaan

      Di sini, para tawanan yang dianggap musu Jepang atau orang-orang yang menolak bekerja dalam praktik romusha disiksa dan ditahan.

 4. Gudang Senjata

      Ruang ini digunakan sebagai ruang penyimpanan senjata dan amunisi yang digunakan oleh tentara Jepang selama di Bukittinggi.

 5. Dapur dan Ruang Penyimpanan Logistik

      Ruang ini digunakan untuk menyimpan makanan dan perlengkapan tentara Jepang.

Selain ruang-ruang yang sudah disebutkan di atas, Lubang Jepang juga dilengkapii sejenis pintu darurat berupa gerbang melarikan diri yang mengarah ke jurang Ngarai Sianok. Dengan adanya pintu-pintu ini, tentara Jepang dapat melarikan diri dengan cepat apabila terowongan diserang oleh musuh.

Kondisi Lubang Jepang Sekarang

Lubang Jepang ditinggalkan dan tidak lagi digunakan oleh militer setelah Jepang kalah dan menyerah kepada Sekutu pada Agustus 1945. Namun demikian, terowongan ini masih meninggalkan jejak sejarah yang signifikan bagi masyarakat, khususnya masyarakat Bukittinggi. Lubang Jepang menjadi simbol penderitaan rakyat Indonesia selama masa pendudukan Jepang di Indonesia sekaligus sebagai pengingat betapa mengerikan dan kejamnya Perang Dunia II.

Kemudian, Pemerintah Indonesia mulai melestarikan Lubang Jepang sebagai situs bersejarah dan diresmikan sebagai objek wisata pada tahun 1984. Setelah itu, terowongan ini menjadi salah satu tujuan utama turis ke Bukittinggi, selain Jam Gadang. Wisatawan dapat mengunjungi terowongan ini dan melihat langsung strukturnya yang masih kokoh. Tak hanya itu, apabila diperlukan juga terdapat pemandu wisata yang dapat menjelaskan narasi sejarah mengenai Lubang Jepang ketika berwisata di sini, sehingga pengalaman berwisata sejarah di sini semakin lengkap mengenai masa penjajahan Jepang di Indonesia, khususnya di Bukittinggi.

Meskipun merupakan peninggalan dari masa penjajahan, Lubang Jepang memberikan dampak positif bagi masyarakat Bukittinggi saat ini, terutama dalam aspek ekonomi. Sebagai objek wisata sejarah, Lubang Jepang membantu meningkatkan perekonomian lokal dengan menarik wisatawan lokal maupun mancanegara, membuka peluang kerja bagi masyarakat lokal di bidang pariwisata, seperti sebagai pemandu wisata, pedagang cinderamata, dan pengelola fasilitas wisata.

Tak hanya itu, Lubang Jepang juga berperan aktif sebagai alat edukasi untuk mengajarkan generasi muda mengenai masa kolonial, khususnya masa penjajahan Jepang. Generasi muda dapat belajar tentang sejarah perjuangan bangsa melawan penjajahan dan memahami penderitaan yang dialami oleh para pahlawan dan rakyat pada masa itu. Dengan demikian, diharapkannya setelah mengunjungi Lubang Jepang akan timbul kesadaran akan pentingnya menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara dan menghormati perjuangan para pendahulu.

Penutup

Lubang Jepang di Bukittinggi adalah bukti nyata penderitaan rakyat Indonesia selama penjajahan Jepang, dibangun sebagai bagian dari strategi pertahanan Jepang selama Perang Dunia II. Terowongan ini tidak hanya menjadi simbol ketahanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk kemerdekaan, tetapi juga menjadi saksi kekejaman dan ketidakmanusiaan yang dialami para pekerja romusha dan masyarakat lokal. Lubang Jepang yang ditinggalkan ditinggalkan 1945, dilestarikan dan diresmikan sebagai objek wisata sejarah pada tahun 1984 untuk menarik pengunjung yang ingin mengetahui masa kelam penjajahan. Selain berfungsi sebagai sarana edukasi bagi generasi muda, terowongan ini juga memberi dampak positif bagi perekonomian lokal, menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pariwisata di Bukittinggi. Melalui peran pentingnya ini, Lubang Jepang memainkan peran penting dalam mengingatkan kita mengenai pentingnya menghargai perjuangan para pahlawan dan mempertahankan nilai-nilai kemerdekaan.

 

Referensi

Azmi, A. (2016). Kawasan Pusaka Bukittinggi sebagai Identitas Kota. Sakapari1, 237-253. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/43066

Azwardi, D. (2024, April 23). Menggali Sejarah Pembuatan Lobang Jepang Bukittinggi. Radio Republik Indoneia. https://www.rri.co.id/wisata/649271/menggali-sejarah-pembuatan-lobang-jepang-bukiitinggi

Yurita, F., Ibrahim, B., & Bunari. (2015). Sejarah ”Lubang Japang” sebagai Tempat Perlindungan dari Sekutu di Bukittinggi Tahun 1942-1945. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau2(1), 1-11. https://www.neliti.com/publications/206997/sejarah-lubang-japang-sebagai-tempat-perlindungan-dari-sekutu-di-bukittinggi-tah#cite

 

Incoming search terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.