[HIMAPEDIA] CANDI BELAHAN: PETIRTAAN TERSEMBUNYI DI LERENG GUNUNG PENANGGUNGAN
Candi Belahan dan rindangnya pepohonan hijau di sekelilingnya. (sumber: suara.com)
Di lereng sebelah timur Gunung Penanggungan, berdiri sisa-sisa sebuah petirtaan kuno yang diduga merupakan peninggalan Airlangga, Raja Kerajaan Kahuripan yang termasyhur pada abad ke-11. Petirtaan kuno tersebut dikenal oleh masyarakat umum sebagai Candi Belahan, sesuai dengan nama dusun tempat candi berada. Secara administratif, Candi Belahan memang terletak di Dusun Belahan Jowo, Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Penduduk lokal sendiri memiliki nama yang berbeda untuk candi ini. Mereka lebih mengenalnya dengan sebutan Candi Sumber Tetek; bahasa Jawa: sumber (mata air), tetek (payudara). Bukan tanpa alasan mereka memberikan nama yang terkesan vulgar tersebut kepada candi ini.
Mata air yang muncul di Candi Belahan memang mengalir keluar dari bagian payudara salah satu arca yang ada di candi tersebut. Terdapat dua buah arca yang saat ini masih bisa dijumpai di Candi Belahan, yakni arca Dewi Sri di kiri dan Dewi Laksmi di kanan. Arca yang bagian payudaranya menjadi tempat keluar mata air adalah arca Dewi Laksmi. Air yang mengalir keluar dari tetek Dewi Laksmi ini kemudian ditampung pada kolam pemandian berbentuk persegi panjang yang ada di bawahnya.
Kolam pemandian Candi Belahan berukuran 6 x 4 m dengan kedalaman sekitar 30 cm. Dasar kolam pemandian tersebut tersusun dari batu-batu andesit yang ditata berjajar. Selain melalui payudara Dewi Laksmi, air yang masuk ke dalam kolam pemandian juga berasal dari pipa yang ada di sisi selatan kolam. Sisi selatan kolam dibatasi oleh dinding bata merah yang konstruksinya menempel pada lereng gunung; konstruksi semacam ini, jamak ditemui pada candi-candi yang ada di Gunung Penanggungan dan menjadi suatu keunikan arsitektur tersendiri. Kemudian, sisi barat kolam dibatasi oleh dinding yang juga terbuat dari bata merah dan menjadi tempat dua arca dewi berada. Sementara sisi utara dan timur tidak memiliki dinding, hanya beberapa anak tangga yang menjadi jalan masuk menuju kolam.
Seperti disebutkan di atas, arca Dewi Sri dan Dewi Laksmi terletak di sisi barat kolam pemandian. Kedua arca tersebut terbuat dari batu andesit dan masing-masing menempati sebuah relung dengan arah hadap ke timur. Diantara keduanya, terdapat batu andesit berbentuk kubus yang digunakan oleh para pengunjung yang berkepentingan untuk meletakkan sesaji, sementara tepat di atas batu andesit kubus tersebut ada sebuah relung yang kini telah kosong dan runtuh. Dinding yang menaungi arca Dewi Sri dan Dewi Laksmi sendiri memiliki panjang 6,85 m, lebar 6,30 m, dan 4,60 m. Mereka yang bermata jeli juga akan dapat menemukan adanya relief yang dipahatkan pada dinding bata di sebelah kiri Dewi Sri. Meski sayangnya, relief tersebut hampir selalu dalam kondisi basah karena terkena cipratan air dan lumut.
Penduduk sekitar hingga kini masih memanfaatkan air dari Candi Belahan untuk kebutuhan sehari-hari mereka, seperti mencuci, memasak, dan minum. Selain itu, mereka bahkan terkadang turut mandi di kolam yang ada di Candi Belahan. Kegiatan mandi ini tidak hanya dilakukan oleh penduduk sekitar, tapi juga oleh para pengunjung yang datang dari luar kota, entah karena hanya sekadar untuk menyegarkan diri atau karena memang memiliki tujuan tertentu. Apabila masih tidak puas dengan mandi, para pengunjung ini biasanya akan membawa pulang air Candi Belahan dengan cara menampungnya di dalam botol atau bahkan galon.
Di sisi timur kolam pemandian Candi Belahan juga terdapat beberapa temuan lepas lain. Dua diantaranya adalah sebuah lingga dan sebuah batu chronogram atau sengkalan memet. Keduanya kini diletakkan berjajar menghadap ke arah utara. Lingga sendiri merupakan simbol dari kesuburan pria dan biasanya berpasangan dengan yoni yang menyimbolkan kesuburan wanita. Namun, hingga saat ini, belum ditemukan keberadaan yoni yang menjadi pasangan dari lingga tersebut. Sementara itu, sengkalan memet merupakan cara menyembunyikan angka dalam bentuk gambar, relief, patung, atau ornamen. Sengkalan memet seringkali digunakan oleh para ahli arkeologi untuk menentukan kapan suatu situs didirikan, tak terkecuali pada Candi Belahan.
Relief pada sengkalan memet Candi Belahan menggambarkan sosok raksasa Kala (Rahu) berambut ikal tanpa tubuh dan kaki, dengan tangan yang sedang menggenggam sebuah bulatan, seolah hendak menelannya. Terdapat tiga sosok makhluk kayangan yang mengitari Kala tersebut, satu sosok di bagian atas dan dua yang lain di bagian bawah. Menurut para arkeolog, makna sengkalan memet tersebut adalah “Kala (Rahu) anahut Candra” yang artinya “Kala (Rahu) menggigit (Dewi) Bulan”. Hasil pembacaan sengkalan memet menghasilkan tiga buah angka yakni, 1 (Candra = Bulan), 3 (sinahut = digigit), dan 9 (Kala Rahu). Apabila angka-angka ini disusun, maka akan menunjukkan angka tahun 931 Saka atau 1009 Masehi, yang diyakini merupakan tahun pendirian dari Candi Belahan.
Meski sudah berada di zaman modern dengan berbagai teknologinya, Candi Belahan masih memiliki mitos yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Mata air yang mengalir dan mengisi kolam pemandian Candi Belahan berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit dan membuat orang awet muda. Hal inilah yang membuat banyak orang yang menyempatkan diri untuk mandi ketika datang berkunjung ke Candi Belahan, bahkan membawa pulang airnya ke rumah dengan botol atau galon. Keyakinan tersebut mungkin berasal dari fakta bahwa air yang mengalir keluar di Candi Belahan merupakan air yang berasal dari mata air pegunungan yang segar dan alami serta senantiasa mengalir sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Candi Belahan dengan segala pesona dan mitosnya merupakan bagian dari warisan nenek moyang kita. Oleh karena itu, keberadaan Candi Belahan wajib untuk kita jaga dan lestarikan agar generasi yang akan datang masih tetap dapat menikmati keindahannya dan mempelajari makna yang tersembunyi di baliknya. Generasi di masa depan tentu juga berhak untuk mengagumi kecantikan dari Candi Belahan ini, bukan?
Daftar Pustaka
Rahadhian, dan Fery Wibawa. 2015. Kajian Arsitektur Percandian Petirtaan di Jawa (Identifikasi). Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan
Madewk. 2013. “Petirtaan Candi Belahan”, ://puramedangkamulan.wordpress.com/2013/07/22/petirtaan-candi-belahan/, diakses pada 14 Desember 2020 pukul 15.40
Welly Handoko. 2019. “Candi Belahan, Situs Peninggalan Raja Airlangga yang Bisa Bikin Awet Muda”, https://travelingyuk.com/candi-belahan/253254, diakses pada 14 Desember 2020 pukul 15.47
Dhimas Prasaja. 2017. “Jangan Datang ke Candi Belahan Sumber Tetek Saat Haid”, https://www.liputan6.com/regional/read/3039043/jangan-datang-ke-candi-belahan-sumber-tetek-saat-haid#, diakses pada 14 Desember 2020 pukul 16.01
Ditulis Oleh : Muhammad Azzam Al Haq
Editor : Maisy Pramaisella